Inovasi Pembelajaran
INOVASI
PEMBELAJARAN
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan dan
Inovasi Pendidikan
Dosen
Pengampu : Drs. Mamad Kasmad, S.Pd. M.Pd
Disusun oleh :
1. Ai
Listriyani (1806590)
2. Delta
Aida Putri (1800452)
3. Qonitah
Umi Sabarni (1800590)
4. Shafirotul
Mahrushoh (1800134)
5. Sita
Febriyanti ( 1800168)
6. Virda
Tanianur Ivani (1800238)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS PURWAKARTA
2020
BAB
II
INOVASI
PEMBELAJARAN
A.
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT atas berkat limpahan rahmat dan Karunia-Nya sehingga buku Inovasi
Pembelajaran ini dapat diselesaikan. Di dalam penyusunan buku ini penulis telah
berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Tetapi sebagai
manusia biasa, penulis tidak luput dari kesalahan ataupun kekhilafan baik dari
segi teknik penulisan maupun tata bahasa itu sendiri.Kami menyadari tanpa suatu
arahan dari guru pembimbng serta masukan-masukan dari brbagai pihak yang telah
membantu, mungkin kami tidak bisa menyelesaikan tugas Inovasi Pembelajaran ini
tepat waktu. Buku Inovasi Pembelajaran ini dibuat sedemikian rupa semata-mata
hanyauntuk memberikan wawasan tambahan kepada para pembaca dan khususnya kepada
para mahasiswa di bidang studi pendidikan tentang bagaimana Inovasi
Pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam kegiatan belajar mengajar.Tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bpk. Mamad Kasmad M.Pd. yang telah
memberikan arahan kepada kami sehingga buku ini dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat pada waktunya. Kami ucapkan terima kasih pula kepada rekan-rekan yang
telah meluangkan waktunya untuk sekedar membantu dalam menyelesaikan buku
ini.Penyusun menyadari jia masih terdapat kekurangan ataupun suatu kesalahan
dalam penyusunan buku ini sehingga penyusun mengharapkan kritik ataupun saran
yang bersifat positif untuk perbaikan di masa yang akan datang dari seluruh
pembaca.Akhir kata, penyusun berharap semoga dengan adanya buku ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan para mahasiswa Universitas Pendidikan
Indonesia khusunya.
Purwakarta, 22 Maret 2020
Penulis
B.
BEBERAPA
INOVASI DALAM PEMBELAJARAN
Pembelajaran merupakan serangkaian
kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada
siswa. Pembelajaran sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang
direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar pembelajar
dapat mencapai tujuan pembelajaran secara aktif, efektif, dan inovatif.
Pembelajaran ini harus dipahami dan dilandasi oleh filosofi dan pergeseran
paradigma yang terkandung didalamnya.
1.) Inovasi
Pembelajaran Kuantum
1. Landasan
Pembelajaran Kuantum
Pembelajaran kuantum merupakan
pengubahan bermacam-macam interaksi yang terjadi dalam kegiatan belajar. Interaksi-interaksi
ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah guru dan siswa menjadi cahaya yang
bermanfaat bagi kemajuan mereka dalam belajar secara efektif dan efisien.
Ada dua konsep utama yang digunakan
dalam pembelajaran kuantum yaitu percepatan belajar melalui usaha engaja untuk
mengikis hambatan-hambatan belajar tradisional, dan fasilitasi belajar yang
berarti mempermudah siswa. Dua konsep utama akan mendukung Azas utama yang
digunakan dalam pembelajaran kuantum yaitu : “Bawalah dunia mereka ke dunia kita
dan antarlah dunia kita ke dunia mereka”. Memahami dunia dan kehidupan anak
merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengaitkan apa yang akan
diajarkan dengan peristiwa-peristiwa, fikiran atau perasaan, tindakan yang
diperoleh siswa dalam kehidupan lingkungannya. Setelah kaitan itu terbentuk,
maka guru dapat memberikan pemahaman tentang materi pembelajaran yang
disesuaikan dengan kemampuan, perkembangan, dan minat bakat siswa.
2. Prinsip
dan Strategi Pembelajaran Kuantum
Sesuai Azas utama, pembelajaran kuantum
memiliki lima prinsip (Bobby DePorter, 1992) sebagai berikut :
1. Segalanya
berbicara, maksudnya bahwa seluruh lingkungan kelas hendaknya dirancang untuk
dapat membawa pesan belajar yang dapat diterima oleh siswa, melalui serangkaian
kurikulum pembelajaran.
2. Segalanya
bertujuan, maksudnya semua pengubahan pembelajaran tanpa terkecuali harus
mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan terkontrol. Sumber tersebut pada
prinsipnya untuk membantu perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor.
3. Pengalaman
sebelum pemberian nama, maksudnya sebelum siswa belajar memberi nama
(mendefinisikan, mengkonseptualisasi, membedakan, mengkategorikan) hendaknya
telah memiliki pengalaman informasi yang terkait dengan upaya pemberian nama
tersebut.
4. Mengakui
setiap usaha, maksudnya semua usaha belajar yang telah dilakukan siswa harus
memperoleh pengakuan guru dan siswa lainnya.
5. Merayakan
keberhasilan, maksudnya setiap usaha dan hasil yang diperoleh dalam
pembelajaran pantas dirayakan.
Selanjutnya Bobby DePorter (1992),
mengembangkan strategi pembelajaran kuantum melalui istilah TUNDUR, yaitu :
1. Tumbuhkan,
yaitu dengan memberikan apersepsi yang cukup sehingga sejak awal kegiatan siswa
telah termotivasi untuk belajar dan memahami Apa Manfaatnya Bagiku (AMBAK)
2. Alami,
berikan pengalaman nyata kepada setiap siswa untuk mencoba.
3. Namai,
sediakan kata kunci, konsep, model, strategi dan metode lainnya.
4. Demonstrasikan,
sediakan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuannya.
5. Ulangi,
beri kesempatan untuk mengulangi apa yang telah dipelajarinya, sehingga setiap
siswa merasakan langsung dimana kesulitan akhirnya dating kesuksesan, kami bisa
bahwa kami memang bisa.
6. Rayakan,
dimaksud sebagai respon pengakuan yang proporsional.
3. Model
Pembelajaran Kuantum
Model Pembelajaran kuantum identik
sebagai sebuah simponi dan pertunjukan musik. Pembelajarn kuantum memberdayakan
seluruh potensi dan lingkungan belajar yang ada, sehingga proses belajar
menjadi suatu yang menyenangkan. Langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu :
1) optimalkan minat pada diri, 2) bertanggungjawab pada diri, sehingga anda
memulai mengupayakan segalanya terlaksana, dan 3) hargailah segala tugas yang
telah selesai (Howard Gardner, dalam DePorter, 2002).
Tujuan pembelajaran kuantum yaitu meningkatkan
partisipasi siswa, melalui pengubahan keadaan, meningkatkan motivasi dan minat
belajar, meningkatkan daya ingat dan meningkatkan rasa kebersamaan,
meningkatkan daya dengar, dan meningkatkan kehalusan prilaku.
Dalam pembelajaran kuantum, guru harus
memiliki kemampuan untuk mengorkrestakan konteks dan kontens.
1. Mengorkestrakan
kesuksesan belajar melalui lingkungan pembelajar (konteks)
Dimensi konteks dalam pembelajaran
kuantum dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu : suasana belajar yang
menggairahkan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan
belajar yang dinamis.
a. Suasana
belajar yang menggairahkan
Guru harus mampu menciptakan suasana
pembelajaran yang memberdayakan siswa. Untuk menciptakan suasana yang dinamis
dan menggairahkan dalam belajar, guru atau fasilitator perlu memahami dan dapat
menerapkan aspek-aspek pembelajaran kuantum sebagai berikut :
·
Kekuatan niat dan bepandangan positif
·
Menjalin rasa simpati dan saling
pengertian
·
Keriangan dan ketakjuban
·
Mau mengambil risiko
·
Menumbuhkan rasa saling memiliki
·
Menunjukan keteladanan
b. Landasan
yang kukuh
Menegakkan landasan yang kukuh dalam
pembelajaran kuantum dengan cara : mengkomunikasikan tujuan pembelajaran ;
mengukuhkan prinsip-prinsip keunggulan ; meyakini kemampuan diri dan kemampuan
siswa ; kesepakatan, kebijakan, prosedur dan peraturan ; serta menjaga
kemunitas belajar tetap tumbuh dan berjalan.
Penetapan landasan dapat dimulai dari
penetapan tujuan. Tujuan dari siswa adalah mengembangkan kecakapan dalam mata
pelajaran, menjadi pelajar yang lebih baik dan berinteraksi sebagai anggota
komunitas dari masyarakat belajar, dan mengembangkan kemampuan lain yang
dianggap penting. Sebaliknya, tujuan dari pengajar adalah menciptakan agar
siswa belajar yang cakap dalam mata pelajaran yang disampaikan, lebih baik dan
mampu berinteraksi dalam masyarakat belajar.
Pembelajaran kuantum memiliki delapan
kunci sukses yang dikembangkan, yaitu integritas, kegagalan sebagai awal
kesuksesan, bicara dengan niat yang baik, hidup saat ini komitmen,
tanggungjawab, sikap luwes dan keseimbangan (DePorter, 1999).
c. Lingkungan
yang mendukung
Lingkungan kelas akan berpengaruh
terhadap kemampuan siswa dalam memusatkan perhatian dan menyerap informasi
sebanyak-banyaknya. Dengan demikian, dalam pembelajaran kuantum guru memiliki
keajiban menata lingkungan yang dapat mendukung situasi belajar dengan cara :
mengorganisasikan dan memanfaatkan lingkungan sekitar ; menggunakan alat bantu
yang mewakili satu gagasan ; pengaturan formasi siswa ; pemutaran music yang
sesuai dengan kondisi belajar.
2. Mengorkestrakan
Kesuksesan Belajar Melalui Konten/Isi
Dimensi konten/isi dalam pembelajaran
kuantum dikelompokkan menjadi empat bagian.
a. Mengorkestrakan
presentasi prima
Kemampuan guru mengorkestrakan presentasi
prima merupakan kemampuan berkomunikasi dengan menekankan interaksi sesuai
dengan rancangan pembelajaran yang telah ditetapkan. Guru mengajarkan
keterampilan hidup di tengah-tengah keterampilan akademis, mengembangkan aspek
fisik, mental, dan spiritual para siswa dengan memperhatikan kualitas interaksi
antar siswa, antar siswa dengan guru, dan antar siswa dengan kurikulum.
Ketika guru mengajar, memberikan
pengarahan, menata konteks memberikan umpan balik, hendaknya dilaksanakan empat
prinsip komunikasi, yaitu : memunculkan kesan yang diinginkan, mengarahkan
perhatian, bersifat mangajak dan tepat sasaran.
b. Mengorkestrakan
fasilitas yang elegan
Mengorkestrakan fasilitas berarti
memudahkan interaksi siswa dengan kurikulum. Pemebelajaran kuantum menawarkan
beberapa strategi untuk melakukan fasilitasi antara lain : menerapkan prinsip
KEG (Know it, Explain it, Get it and give feedback), model kesuksesan dari
sudut pandang fasilitator, membaca pendengar, mempengaruhi melalui tindakan,
menciptakan strategi berpikir, dan tanya jawab belajar.
Fasilitas menciptakan srategi berfikir
bertujuan membantu siswa memudahkan belajar dilakukan dengan cara memberikan
ragam pertanyaan kepada siswa dengan maksud memperoleh respon, memberikan
dorongan dan menghargai serta mengakui partisipasi siswa dalam melatih
keterampilan berfikir siswa.
c. Mengorkestrakan
keterampilan belajar dan keterampilan hidup
Keterampilan belajar dapat membantu
siswa mencapai tujuan belajar dengan efektif dan efisien, dengan tetap
mempertahankan minat belajar, karena belajar dapat berlangsung secara terfokus
tetapi santai. Dalam membantu siswa mengorkestrasi keterampilan belajar,
pembelajaran kuantum menekankan empat strategi berikut : memanfaatkan gaya
belajar, keadaan prima untuk belajar, mengorganisasikan informasi, dan
memunculkan potensi siswa.
Pembelajaran kuantum menyarankan
strategi SLANT dan keadaan alpha kepada siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran di kelas. Stratedi SLANT merupakan singkatan dari Sit Up In The
Chair (duduk tegak di kursi), Lean Forward (condong kedepan), Ask question
(bertanya), Node their hads (menganggupan pelaku), Talk to The Teacher
(berbicara dengan guru) tubuh tegak agak condong ke depan mengindikasikan tubuh
dalam keadaan semangat belajar, sedangkan unsur ANT mengindikasikan partisipasi
aktif siswa dalam belajar yang dapat memberi simulasi kepada guru untuk lebih
bergairah mengajar. Adanya upaya take and give antar guru dan siswa untuk
meningkatkan interaksi belajar yang dapat mengubah energi belajar lebih berbahaya.
2.) Inovasi
Pembelajaran Kompetensi
A. Pengertian
Pembelajaran Kompetensi
Kata pembelajaran adalah terjemahan dari
instruction yang banyak dipakai dalam dunia Pendidikan di Amerika Serikat, yang
menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Dalam pembelajaran kompetensi
siswa sebagai sumber belajar yang memegang peranan utama, sehingga dalam
setting proses belajar mengajar siswa dituntut kreativitas secara penuh bahkan
secara individual mempelajari bahan pelajaran.
Terdapat karakteristik penting dari pembelajaran
kompetensi, seperti kegiatan proses belajar mengajar dalam KBK tidak hanya
sekedar menyampaikan materi saja, akan tetapi diselenggarakan untuk membentuk
watak, peradaban, dan mutu kehidupan peserta didik.
Dalam implementasi KBK, pembelajaran
tidak dimaksudkan menghilangkan peranan guru sebagai pengajar, sebab secara
konseptual istilah mengajar juga bermakna membelajarkan siswa. Mengajar belajar
dua istilah yang tidak dapat dipisahkan, mengajar menitikberatkan perbuatan
guru yang menyebabkan siswa belajar. Pembelajaran menunjukan pada usaha siswa
mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru. Kompetensi dapat
diartikan sebagai kemampuan dasar yang dapat dilakukan oleh para siswa pada
tahap pengetahuan, keterampilan, dan bersikap.
Pembelajaran kompetensi memiliki
sembilan kompetensi yang bersifat strategis (Martinis Yamin, 2005), sebagai
berikut :
a. Menyadari
bahwa setiap orang merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki keyakinan
sesuai dengan agama yang dianutnya.
b. Menggunakan
bahasa untukmemahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan
informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain.
c. Memilih,
memadukan, dan menerapkan konsep-konsep numerik dan spesial, serta mampu
mencari dan menyusup pola, struktur dan hubungan.
d. Menerapkan
teknologi dan informasi yang diperlukan, ditemukan dan diperoleh dari berbagai
sumber dalam kehidupan serta mampu menilai kebermanfaatan.
e. Memahami
dan menghargai dunia fisik, makhluk hidup dan teknologi, dan menggunakan
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai untuk mengambil keputusan yang tepat.
f. Memahami
kontek budaya geografi, sejarah, dan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan, serta berinteraksi dan
berkontribusi dalam masyarakat dan budaya global.
g. Berpartisipasi
dalam kegiatan kreatif dan lingkungan untuk saling menghargai karya artistik,
budaya, dan intelektual serta menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan
kematangan pribadi menuju masyarakat beradab.
h. Menunjukkan
kemampuan berfikir konsekuen, berfikir literal, berfikir kritis,
memperhitungkan peluang dan potensi, serta siap untuk menghadapi berbagai
kemungkinan.
i.
Menunjukkan motivasi dan percaya dari
dalam belajar, mampu bekerja mandiri, dan mampu bekerja sama dengan orang lain.
Penyusupan materi pembelajaran
kompetensi mencakup tiga komponen utama yang harus dikuasai siswa, yaitu :
a. Kompetensi
dasar, atau kemampuan dasar merupakan tujuan pembelajaran dari materi yang akan
diberikan kepada siswa sesuai dengan Taksonomi Bloom.
b. Materi
pokok, merupakan materi pelajarang yang disajikan kepada siswa berupa
penjabaran sub pokok bahasan dari awal semester sampai akhir semester secara
terstruktur.
c. Indikator,
dikembangkan dari kemampuan dasar sesuai dengan materi pembelajaran yang
ditetapkan, menggunakan kata kerja operasional khusus yang disesuaikan dengan
tingkat berfikir siswa. Kriteria indikator yang memenuhi syarat adalah :
1) Menurut
ciri-ciri tujuan yang hendak diukur
2) Memuat
suatu kata kerja operasional yang dapat diukur
3) Berkaitan
erat dengan materi yang diajarkan
4) Dapat
dibuatkan soalnya tiga sampai lima butir setiap indikator.
B. Prinsip
pembelajaran kompetensi
Prinsip pembelajaran merupakan hal-hal
yang mendasari dan menjadi sebab-sebab terjadinya belajar. Dengan perkataan
lain apabila suatu prinsip tidak nampak dalam kegiatan pembelajaran, maka
proses belajar itu tidak akan terjadi secara efektif dan berhasil sesuai dengan
harapan.
Ada beberapa prinsip penting dalam
pembelajaran kompetensi, antara lain :
1. Proses
pembelajaran kompetensi membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau
mengubah struktur kognitif siswa. Dalam pembelajaran kompetensi menuntut
aktivitas siswa secara penuh untuk mencari dan menemukan sendiri.
2. Berhubungan
dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari, ada tipe pengetahuan fisis,
sosial dan logika (Bruce Weil, 1980).
3. Pembelajaran
dalam konteks kompetensi harus melibatkan peran lingkungan sosial.
4. Pembelajaran
melalui KBK diarahkan agar siswa mampu mengatasi setiap tantangan dan rintangan
dalam kehidupan yang cepat berubah, melalui sejumlah kompetensi yang harus
dimiliki yang meliputi kompetensi akademik, kompetensi okupasional, kompetensi
kultural, dan kompetensi kultural.
Prinsip pembelajaran yang dikembangkan
dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam rangka menunjang hasil belajar yang
efektif dan efisien, menurut Puskur (Balibang Depdiknas, 2002), sebagai berikut
:
1. Kesempatan
untuk belajar
2. Pengetahuan
awal siswa
3. Refleksi
4. Memotivasi
5. Keragaman
individu
6. Kemandirian
dan kerjasama
7. Suasana
yang mendukung
8. Belajar
untuk kebersamaan
9. Siswa
sebagai pembangun gagasan
10. Rasa
ingin tahu
11. Menyenangkan
12. Interaksi
dan komunikasi
13. Belajar
cara belajar
C. Karakteristik
pembelajaran kompetensi
Proses dalam pembelajaran kompetensi
memiliki karakteristik khusus, yaitu :
1. Proses
pembelajaran memiliki tujuan yaitu membantu anak didik dalam suatu perkembangan
tertentu.
2. Adanya
suatu prosedur yang direncanakan, dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
3. Adanya
kegiatan penggarapan materi tertentu secara khusus, sehingga dapat mencapai
tujuan.
4. Adanya
aktivitas siswa sebeagai syarat mutlak bagi berlangsungnya proses pembelajaran.
5. Guru
berperan sebagaipembimbing yang berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi
belajar kepada siswa dalam proses interaksi yang kondusif.
6. Membuutuhkan
adanya komitmen terhadap kedisiplinan sebagai pola tingkah laku yang diatur
menurut ketentuan yang ditaati oleh semua pihak.
7. Adanya
batasan waktu, untuk menetukan tingkat pencapaian tujuan.
Sukmadinata (2004) menjelaskan tentag
karakteristik pembelajaran berbasis kompetensi sebagai berikut :
1. Isi
program didasarkan pada kecakapan atau keterampilan yang dibutuhkan untuk
memecahkan suatu masalah atau mengerjakan suatu pekerjaan.
2. Tujuan
pembelajaran ditulis untuk setiap rumusan kompetensi.
3. Pengukuran
kecakapan atau keterampilan didasarkan atas kemampuan yang diperlihatkan.
4. Performansi
siswa diukur dengan menggunakan acuan patokan.
5. Record
lengkap kompetensi-kompetensi yang dikuasai dibuat untuk setiap siswa.
6. Bahan
pembelajaran berupa modul, handout, buku kerja, dan program pembelajaran
menggunakan media cetak atau program komputer dan media lain yang disediakan
bagi setiap peserta didik.
7. Waktu
belajar cukup fleksibel, tiap peserta dapat menyesuaikan kecepatan belajarnya
dengan kemampuan masing-masing.
8. Kegiatan
belajar memanfaatkan umpan balik.
D. Pengelolaan
Pembelajaran Kompetensi
Berkenaan dengan kemampuan guru untuk
mengelola berbagai komponen pembelajaran sehingga mampu menciptakan kondisi
pembelajaran yang efektif dan efisien, maka dalam pengelolaan pembelajaran
kompetensi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya : aspek-aspek
pengelolaan pembelajaran, sarana dan sumber belajar serta pendekatan
pembelajaran.
1. Aspek-aspek
pengelolaan pembelajaran kompetensi
a. Pengelolaan
ruang belajar (kelas)
Ruang
belajar merupakan tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran berbentuk ruang
kelas. Selama berjam-jam siswa berada di ruang kelas, selama itu pula terjadi
interaksi guru dan siswa. Suasana dan penataan ruang belajar tersebut,
hendaknya memperhatikan kondisi berikut :
1. Aksesibilitas,
yaitu siswa maupun guru mudah menjangkau alat dan sumber belajar.
2. Mobilitas,
yakni siswa dan guru mudah bergerak dari satu tempat k tempat yang lain.
3. Interaksi,
yakni memudahkan terjadinya interaksi antar guru-siswa dan siswa-siswa.
4. Variasi
kerja siswa, yaitu memungkinkan siswa bekerja secara perorangan/kelompok.
b. Pengelolaan
siswa
Siswa
dalam suatu kelas memiliki kemampuan yang beragam, terutama dalam menerima
pengalaman belajar termasuk materi yang harus dikuasai, guru hendaknya memahami
karakteristik siswa dalam belajar. Bobbi DePorter (2001:117) mengelompokkan
karakteristik modalitas belajar siswa ke dalam tiga karakter, yakni pelajar
visual (menggunakan penglihatan mata), auditorial (belajar melalui
pendengaran), dan kinestetik (belajar bergerak, bekerja dan menyentuh).
c. Pengelolaan
kegiatan pembelajaran kompetensi
Seorang
guru dituntut untuk menciptakan berbagai bentuk kegiatan pembelajaran, sehingga
siswa secara optimal mengembangkan kemampuan dirinya dengan berbagai pengalaman
belajar. Berkenaan dengan optimalisasi kemampuan belajar seseorang, Sheal,
Peter (1989) dalam Puskur Balibang Depdiknas (2002) menggambarkan kualifikasi
kemampuan belajar, yaitu baca (10%), mendengar (20%), melihat (30%), melihat
dan mendengar (50%), mengatakan (70%), mengatakan dan melakukan (90%).
d. Pendekatan
Kegiatan Pembelajaran Kompetensi
1) Mengidentifikasi
dan menetapkan spesifikasi kualifikasi perubahan prilaku yang diharapkan.
2) Memilih
cara pendekatan pembelajaran yang tepat untuk mencapai standar kompetensi
dengan memperhatikan karakteristik siswa dengan subjek belajar , termasuk dalam
kegiatan ini memahami tentang modalitas dan gaya belajar siswa secara
individual siswa.
3) Memilih
dan menetapkan sejumlah prosedur, metode, dan teknik kegiatan pembelajaran yang
relevan dengan kebutuhan pengalaman belajar yang mesti ditempuh siswa.
4) Menetapkan
norma atau kriteria keberhasilan, sehingga dapat menjadi pedoman dalam kegiatan
pembelajaran, terutama menilai kemampuan suatu jenis kompetensi tertentu.
e. Sarana
dan sumber belajar
Sarana
merupakan fasilitas yang mempengaruhi secara langsung terhadap keberhasilan
siswa dalam kegiatan mencapai tujuan pembelajaran. Sarana yang peling membantu
adalah sarana berupa media atau alat peraga.
Sumber
belajar harus disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran yang
diinginkan. Sumber belajar utama yang dapat dipilih seperti buku, brosur,
majalah, surat kabar, poster, lembar informasi dan lingkungan sekitar.
Lingkungan sebagai sumber belajar dapat dibedakan menjadi :
1. Lingkungan
sosial
2. Lingkungan
alam
3. Lingkungan
budaya
f. Model
pendekatan pembelajaran kompetensi
Materi
yang dipilih dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi harus bisa
memberikan kecakapan untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
menggunakan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Pendekatan
tematik lebih sesuai untuk siswa sekolah dasar kelas rendah dan pembelajaran
bermakna dapat digunakan untuk siswa sekolah dasar kelas tinggi.
3.) Inovasi
Pembelajaran Kontekstual
A. Konsep
Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran konstektual (Contextual Teaching and
Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2005).
B. Pendekatan
dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual
1. Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual
Ada
pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa, kemampuan berfikir,
aktivitas, pengalaman siswa, berfokus pada guru, berfokus pada masalah
(personal, lingkungan, sosial), berfokus pada teknologi seperti sistem
instruksional, media dan sumber belajar. Pembelajaran dengan fokus-fokus
tersebut secara komprehensif tercantum dalam pembelajaran kentekstual.
Siswa
dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang berkembang. Anak
bukanlah orang dewasa kecil, melainkan organisme yang sedang berada pada
tahap-tahap perkembangan. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar
hal-hal yang baru dan penuh tantangan.
Pendekatan
pembelajaran CTL menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fiisik
maupun mental. CTL memandang bahwa belajar bukanlah kegiatan menghafal,
mengingat fakta-fakta, mendemonstrasikan latihan secara berulang-ulang akan
tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
2. Prinsip-prinsip
Pembelajaran Kontekstual
Elaine
B.Jhonson (2002), mengklaim bahwa dalam pembelajaran kontekstual, minimal ada
tiga prinsip utama yang sering digunakan, yaitu : saling ketergantungan
(interdepence), diferensiasi (differentiation), dan pengorganisasian (self
organization).
Pertama,
prinsip saling ketergantungan (interdependence), menurut hasil kajian para
ilmuan segala yang ada di dunia ini adalah saling berhubungan dan tergantung.
Begitu pula dengan Pendidikan dan pembelajaran, sekolah merupakan suatu sistem
kehidupan, yang terkait dalam kehidupan di rumah, di tempat kerja, di
masyarakat. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan
hubungan antara bahan pelajaran dengan bahan lainnya, antara teori dengan
praktek, antara bahan yang bersifat konsep dengan penerapan dalam kehidupan
nyata.
Kedua,
prinsip diferensiasi (differentiation) yang menunjukkan kepada sifat alam yang
secara terus menerus menimbulkan perbedaan, keseragaman, keunikan. Proses
pendidikan dan pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan menekankan
kreativitas, keunikan, variasi dan kolaborasi. Konsep-konsep tersebut bisa
dilaksanakan dalam pembelajaran kontekstual.
Ketiga,
prinsip pengorganisasian diri (self organization), setiap individu atau
kesatuan dalam alam semesta mempunyai potensi yang melekat, yaitu kesadaran
sebagai kesatuan utuh yang berbeda dari yang lain. Prinsip organisasi diri,
menuntut para pendidik dan para pengajar di Sekolah agar mendorong tiap
siswanya untuk memahami dan merealisasikan semua potensi yang dimillikinya
seoptimal mungkin
C. Asas-asas
dalam Pembelajaran Kontekstual
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme
adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif
siswa berdasarkan pengalaman. Kontruktivisme memandang bahwa pengetahuan itu
berasal dari luar akan tetapi dikontruksi dari dalam diri seseorang. Pendekatan
kontruktivisme merupakan salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang
menyatakan bahwa dalam proses memperoleh pengetahuan diawali dengan
2. Inkuiri
Asas
inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan
melalui proses berfikir secara sistematis. Dalam model inkuiri dapat dilakukan
melalui beberapa langkah sistematis, yaitu :
a. Merumuskan
masalah
b. Mengajukan
hipotesis
c. Mengumpulkan
data
d. Menguji
hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan
e. Membuat
kesimpulan
3. Bertanya
(Questioning)
Belajar
pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab petanyaan. Melalui pertanyaan guru
dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang
dipelajarinya.
Kegiatan
bertanya sangat berguna untuk :
a. Menggali
informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran
b. Membangkitkan
motivasi siswa untuk belajar
c. Merangsang
keingintahuan siswa terhadap sesuatu
d. Memfokuskan
siswa pada sesuatu yang diinginkan
e. Membimbing
siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sendiri
4. Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Konsep
masyarakat belajar dalam pembelajaran kontekstual menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain (team work). Dalam
kelas pembelajaran kontekstual, penerapan atas masyarakat belajar dapat
dilakukan melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang
anggotanya bersifat hetrogen.
5. Pemodelan
(Modeling)
Yang
dimaksud asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu
sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
6. Refleksi
(Reflection)
Refleksi
adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan
dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah
dilaluinya. Dalam proses pembelajarn kontekstual, setiap berakhir proses
pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau
mengingat kembali apa yang telah di pelajarinya.
7. Penilaian
Nyata (Authentik Assessment)
Penilaian
nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
D. Model
Pembelajarn Kontekstual
Tahap Invitasi, siswa didorong agar mengemukakan
pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk
mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahamannya tentang konsep tersebut.
Tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk
menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian,
penginterpretasikan data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru.
Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang masalah yang
ia bahas.
Tahap penjelasan dan solusi, saat siswa memberikan
penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah
dengan penguatan guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model,
membuat rangkuman dan ringkasan.
Tahapan pengambilan tindakan, siswa dapat membuat
keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan
gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu
maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.
Berdasarkan tahapan-tahapan pembelajarn kontekstual
tersebut, maka langkah-langkah pembelajaran kontekstual yaitu pendahuluan, inti
dan penutup.
C.
INOVASI PEMBELAJARAN
A.
Model-
Model Pembelajaran
Pembelajaran
pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi antara guru dan siswa, baik
secara langsung seperti kegiatan belajar mengajar di kelas maupun secara tidak
langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media. Kegiatan interaksi antara
guru dan siswa tersebut terkait dengan bahan pembelajaran. Hasil penelitian
para ahli tentang kegiatan guru dan siswa dalam kaitannya dengan bahan
pengajaran disebut dengan model pembelajaran. Joyce & Weil berpendapat
bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang). Model-model
berdasarkan teori belajar, meliputi interaksi social, model pemrosesan
informasi, model personal, dan model pembelajaran modifikasi tingkah laku (behavioral).
Model-model
pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Berdasarkan
teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
2. Mempunyai
misi atau tujuan pendidikan tertentu.
3. Dapat
dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas.
4. Memiliki
bagian-bagian model yang dinamakan: (a) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (b) adanya prinsip-prinsip
reaksi; (c) system social; dan (d) system pendukung.
5. Memiliki
dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
6. Membuat
persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran
yang dipilihnya.
B.
Model-model Desain Pembelajaran
Model
desain pembelajaran merupakan pengelolaan dan pengembangan yang dilakukan
terhadap komponen-komponen pembelajaran. Sebelum melakukan kegiatan belajar
mengajar, guru harus terlebih dahulu membuat desain pembelajaran. Dalam
mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) , seorang guru harus
memilih model desain yang dianggap cocok untuk dikembangkan. Terdapat beberapa
model desain pembelajaran, antara lain:
1.
Model
PSSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Ada 5 langkah pokok dari pengembangan model PSSI ini
yaitu:
1. Merumuskan
Tujuan Pembelajaran (menggunakan istilah yang operasional, berbentuk hasil
belajar, berbentuk tingkah laku dan hanya ada satu kemampuan/tujuan).
2. Pengembangan
alat evaluasi (menentukan jenis tes yang akan digunakan, menyusun item soal
untuk setiap tujuan).
3. Menentukan
kegiatan belajar mengajar (merumuskan semua kemungkinan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan, menetapkan kegiatan pembelajaran yang akan ditempuh).
4. Merencanakan
program kegiatan belajar mengajar (merumuskan materi pembelajaran, menetapkan
metode yang digunakan, memilih alat dan sumber yang digunakan dan menyusun
program/kegiatan jadwal).
5. Pelaksanaan
(mengadakan pretest, menyampaikan
materi pembelajaran, mengadakan posttest dan
revisi).
2.
Model
Glasser
Langkah-langkah
pengembangan desain pembelajaran model Glasser :
1. Instructional Goals
(Sistem Objektif), pembelajarannya lebih menekankan pada praktik.
2. Entering behavior
(Sistem Input), pelajaran yang diberikan dapat diperlihatkan dalam bentuk
tingkah laku.
3. Instructional Procedures
( Sistem Operator), membuat prosedur pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
4. Performance Assesment
(Output Monitor), pembelajaran diharapkan dapat mengubah perilaku siswa yang
menetap.
3.
Model
Gerlach dan Ely
Komponen-komponen
model pembelajaran Gerlach dan Ely
1. Merumuskan
Tujuan pembelajaran (Specification of
Objectives)
2. Menentukan
isi materi (Specification of Content)
3. Penilaian
kemampuan awal siswa (Assesment of
Entering Behaviors)
4. Menentukan
strategi (Determination of Strategy)
5. Pengelompokan
belajar ( Organization of Groups)
6. Pembagian
waktu (Allocation of Time)
7. Menentukan
ruangan ( Allocation of Space)
8. Memilih
media (Allocation of Resources)
9. Evaluasi
hasil belajar (Evaluation of Permance)
10. Menganalisis
umpan balik (Analysis of Feedback)
4.
Model
Jerold E. Kemp
Model
pembelajaran Jerold E. Kemp (1977), terdiri atas delapan langkah, yaitu:
1. Menentukan
tujuan yang ingin dicapai dalam setiap kegiatan pembelajaran.
2. Membuat
analisis tentang karakteristik siswa.
3. Menentukan
tujuan pembelajaran khusus atau indikator, yaitu tujuan yang lebih spesifik,
operasional, dan terukur.
4. Menentukan
materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang lebih khusus.
5. Menentukan
penjajagan awal (preassesment) untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa
yang dituntut untuk mengikuti program pembelajaran.
6. Menentukan
strategi pembelajaran dan seumber belajar yang sesuai.
7. Koordinasi
sarana dan prasarana penunjang yang diperlukan.
8. Melakukan
evaluasi untuk mengkaji keberhasilan program pembelajaran.
5.
Model
Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning/TCL)
1. Konsep
Dasar Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi,2002).
Langkah-langkah
pengembangan model CTL adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan
pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar bermakna.
b. Melaksanakan
sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic yang diajarkan.
c. Mengembangkan
sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
d. Menciptakan
masyarakat belajar dengan berdikusi dan lain sebagainya.
e. Menghadirkan
model sebagai contoh pembelajaran dengan ilustrasi, model maupun media.
f. Membiasakan
anak untuk melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
g. Melakukan
penilaian secara objektif.
2. Komponen
Pembelajaran Kontekstual
a. Menjalin
hubungsn yang bermakna (making
meaningfull connections)
b. Mengerjakan
pekerjaan yang berarti (doing significant
work)
c. Melakukan
proses belajar yang diatur sendiri (self-regulated
learning)
d. Mengadakan
kolaborasi (collaborating)
e. Berfikir
kritis dan kreatif (critical and creative
thinking)
f. Memberikan
pelayanan secara individual (nurturing
the individual)
g. Mengupayakan
pencapaian standar yang tinggi (reaching
high standards)
h. Menggunakan
asesmen autentik (using authentic
assessment). (Johnson B. Elaine, 2002)
3. Prinsip
Pembelajaran Kontekstual
Ada
7 prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan guru, diantaranya:
a. Konstruktivisme
(contructivism) merupakan landasan berfikir (filosofi).
b. Menemukan
(inquiry) memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta
kemampuan yang diperlukan didapat dari hasil menemukan sendiri.
c. Bertanya
(questioning) yaitu pengetahuan yang dimiliki selalu bermula dari bertanya.
d. Masyarakat
belajar (learning community) adalah untuk membiasakan siswa melakukan kerjasama
dan memanfaatkan sumber berlajar dari temannya.
e. Pemodelan
(Modelling) membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki guru.
f. Refleksi
(reflection) untuk memberikan siswa kesempatan dalam mencerna, menimbang,
membandingkan, menghayati dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri.
g. Penilaian
sebenarnya (authentic assessment) agar guru mengetahui kemajuan, keunduran, dan
kesulitan siswa dalam belajar.
4. Skenario
Pembelajaran Kontekstual
Pengembangan
komponen CTL dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut.
a. Mengembangkan
pemikirian siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang lebih bermakna dengan
caranya sendiri.
b. Melaksanakan
sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic pembelajaran.
c. Mengembangkan
sifat ingin tau melalui kegiatan tanya jawab.
d. Menciptakan
masyarakat belajar melalui kegiatan berkelompok, berdiskusi dan yang lainnya.
e. Menghadirkan
model sebagai contoh pembelajaran melalui ilustrasi, model, dan media.
f. Membiasakan
anak untuk melakukan refleksi dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
g. Melakukan
penilaian secara objektif.
6.
Model
Pembelajaran Kooperatif
1. Konsep
Dasar pembelajaran Kooperatif
Strategi
pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan pembelajran yang dilakukan oleh
siswa di dalam kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Terdapat 4
hal penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni: (1) adanya peserta
didika dalam kelompok, (2) adanya aturan main, (3) adanya upaya belajar dalam
kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.
Pembelajaran
kooperatif akan efektif digunakan apabila: (1) guru menekankan pentingnya usaha
bersama disamping usaha individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan
hasil hasil dalam belajar, (3) guru menanamkan pembelajaran melalui teman
sendiri/teman sebaya, (4) guru menghendaki pemerataan partisipasi aktif siswa,
(5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memcahkan berbagai permasalahan.
(Sanjaya, 2006)
2. Karakteristik
Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pembelajaran
secara tim (tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan)
b. Dida
sarkan pada manajemen kooperatif, mempunyai tiga fungsi, yaitu: (1) fungsi
manajemen sebagai perencanaan pelaksana, (2) fungsi manajemen sebagai organisasi
agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif, (3) fungsi manajemen sebagai
control yang ditentukan melalui kriteria keberhasilan.
c. Kemauan
untuk bekerja sama.
d. Keterampilan
bekerja sama.
3. Prinsip-prinsip
Pembelajaran Kooperatif
Menurut
Roger dan David Johnson (Lie, 2008) ada 5 unsur dasar pembelajaran kooperatif,
yaitu:
a. Prinsip
ketergantungan positif (positive
interdependence), yaitu keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung
pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
b. Tanggung
jawab perseorangan (individual
accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat bergantung dari tiap
anggota kelompoknya.
c. Interaksi
tatap muka (face to face promotion
interaction), yaitu memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk
melakukan interaksi saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok
lain.
d. Partisipasi
dan komunikasi (participation and
communication), yaitu melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pembelajaran.
e. Evaluasi
proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu untuk mengevaluasi hasil kerjasama
mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
4. Prosedur
Pembelajaran Kooperatif
1. Penjelasan
materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi sebelum
siswa belajar dalam kelompok.
2. Belajar
kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi dan
kelompok siswa sudah terbentuk.
3. Penilaian,
dalam pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dengan melakukan tes secara
individu atau kelompok.
4. Pengakuan
tim, menentukan tim paling berprestasi sebagai penghargaan untuk memberikan
motivasi agar tim terus melakukan pembelajaran dengan lebih baik lagi.
5. Model-model
Pembelajaran Kooperatif
a. Model
Student Team Achievment Division (STAD)
Slavin memaparkan bahwa, “Gagasan utama
di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu
sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru".
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif STAD antara lain :
1. Penyampaian
tujuan dan motivasi
2. Pembagian
kelompok
3. Presentasi
dari guru
4. Kegiatan
belajar dalam tim (kerja tim)
5. Kuis
(evaluasi)penghargaan prestasi tim
b. Model
Jigsaw
Dalam model ini, guru
membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen yang lebih kecil,
lalu siswa bekerja sama untuk menyelesaikan komponen tersebut sesuai dengan
yang ditugaskan oleh guru secara berkelompok. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut.
1. Siswa
dikelompokkan dengan anggota
4
orang;
2. Tiap
anggota kelompok diberi tugas yang berbeda;
3. Anggota
dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membetnuk kelompok baru
(kelompok ahli);
4. Setelah
kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan
kepada anggota kelompok tentang subbab yang telah didiskusikan;
5. Tiap
tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
6. Pembahasan;
7. Penutup.
c. Investigasi
Kelompok (Group Investigation)
Di dalam implementasi
pembelajaran kooperatif tipe GI, setiap kelompok mempresentasikan hasil
investigasi mereka di depan kelas, tugas kelompok lain adalah melakukan
evaluasi sajian dari kelompok yang sedang melakukan presentasi. Langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe GI adalah :
1. Membagi
siswa ke dalam kelompok kecil;
2. Memberikan
pertanyaan terbuka yang bersifat analitis;
3. Mengajak
siswa berpartisipasi aktif dalam diskusi secara bergiliran searah jarum jam
dalam kurun waktu yang telah disepakati.
d. Model
Make a Match (Membuat Pasangan)
Salah satu keunggulan
dari teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah
pembelajarannya adalah sebagai berikut.
1. Guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik (satu sisi kartu
berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban).
2. Setiap
siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang
dipegang.
3. Siswa
mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartu yang dipegang.
4. Siswa
yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
5. Setelah
satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda.
6. Kesimpulan.
e. Model
structural
Menurut Spencer dan
Miguel Kagan (shlomo Sharan, 2009):267) bahwa terdapat enam komponen utama di
dalam pembelajaran kooperatif tipe ini, antara lain,
1. Struktur
dan konstruk yang berkaitan, interaksi di dalam kelas mempunyai pengaruh besar
pada perkembangan siswa pada sisi social, kognitif, dan akademisnya.
2. Prinsip-prinsip
dasar, terdapat empat prinsip diantaranya, interaksi serentak, partisipasi
sejajar, interdepedensi positif, dan akuntabilitas perseorangan.
3. Pembentukan
kelompok dan pembentukan kelas, tujuan pembentukan kelompok adalah, agar
dikenal, identitas kelompok, dukungan timbal balik, menilai perbedaan dan
mengembangkan sinergi.
4. Kelompok,
Kagan (Shlomo, 2009:288) membedakan empat tipe kelompok, diantaranya, kelompok
heterogen, kelompok acak, kelompok minat, dan kelompok bahasa homogeny.
5. Tata
kelola, dalam sistem kooperatif ditekankan adanya interaksi siswa dengan siswa,
untuk itu manajemen melibatkan berbagai keterampilan yang berbeda.
6. Keterampilan
sosial.
7.
Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Salah
satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya
keterampilan berpikir siswa dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM). Menurut Tan (2003) PBM merupakan pendekatan yang
relevan dengan tuntutan abad ke-21 dan umumnya kepada para ahli dan praktisi
pendidikan yang memuatkan perhatiannya pada pengembangan dan inovasi sistem
pembelajaran.
Pendidikan
harus mampu menciptakan individu yang kritis dengan tingkat kreativitas yang
tinggi dan keterampilan yang tinggi pula. Kurikulum PBM memfasilitasi
keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja sama, dan keterampilan
interpersonal dengan lebih baik dibandingkan pendekatan lain. Pendekatan PBM
menuntut kesiapan baik dri pihak guru yang berperan sebagai fasilitator sekaligus
pembimbing. Disamping itu, siswa juga harus siap terlibat secara aktif dalam
pembelajaran.
1. Desain
Masalah Dalam PBM
a. Akar
desain masalah, menurut Michael Hicks (1991) ada empat hal yang harus
diperhatikan ketika membicarakan masalah, yaitu: memahami masalah, kita tidak
tahu bagaimana cara memecahkan masalah tersebut, ada keinginan untuk memecahkan
masalah, adanya keyakinan mampu memecahkan masalah tersebut.
b. Menentukan
tujuan PBM, tujuan PBM adalah penguasaan isi belajar dari disiplin heuristic
dan pengembangan keterampilan memecahkan masalah.
c. Desain
masalah, ciri-cirinya antara lain, (1) karakteristik, masalah yang nyata yang
ada dalam kehidupan, adanya relevansi dengan kurikulum, (2) konteks, masalah
tidak terstruktur, menantang, memotivasi dan memiliki elemen baru, (3) sumber
dan lingkungan belajar, masalah dapat memberikan dorongan untuk dipecahkan
secara kolaboratif, adanya sumber informasi dan hal-hal yang diperlukan untuk
memecahkan masalah, (4) presentasi, penggunaan scenario masalah.
2. Pengembangan
Kurikulum dalam PBM
Kurikulum dalam PBM meliputi:
a. Mega
level (the why), profil lulusan yang
diharapan, tujuan umum program; pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
kompetensi lainnya.
b. Makro
level (the what), latihan dan modul
tujuan lembaga, belajar dari materi silabus, kriteria penilaian, dan kegiatan
evaluasi.
c. Mikro
level (the how); struktur kegiatan,
jadwal sesi PBM, tahap-tahap pelaksanaan PBM, struktur belajar mandiri, dan
kemasan belajar, sumber masalah dan belajar.
3. PBM
dan Perencanaan Kurikulum
Struktur pembelajaran biasanya
digambarkan dalam sebuah bentuk formulasi seperti berikut:
a. Menentukan
masalah
analisa masalah
penemuan dan pelaporan
integrasi dan evaluasi
b. Menentukan
masalah
inquiry masalah
mengangkat isu belajar
penemuan dan peer teaching
menyajikan solusi
review
c. Menemukan
masalah
analisis
penelitian dan kerja lapangan
pelaporan dan peer teaching
menyajikan temuan
refleksi dan evaluasi
d. Sebenarnya
pola pengembangan ini cukup beragam, karena sifatnya relative dan tergantung pada
bagian mana yang ditekankan.
8.
Pembelajaran
Tematik
a. Latar
Belakang Pembelajaran Tematik
Berdasarkan
implementasi pembelajaran KTSP, telah dilakukan berbagai studi yang mengarah
pada peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan dan pemgembangan sebagai
konsekuensi dari suatu inovasi pembelajaran. Sebagai salah satu bentuknya yakni
dengan dimuculkannya model pembelajaan tematik yang merupakan model
implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk satuan pendidikan Sekolah Dasar.
Model pembelajaran tematik lebih menekankan siswanya untuk lebih aktif dalam
kegiatan belajar mengajar.
Dalam
pembelajaran tematik, kegiatan menganalisis kompetensi dasar, hasil belajar dan
indikator tidak perlu dilakukan secara tersendiri karena dapat dilaksanakan
berbarengan dengan penentuan jaringan tema. Tema-tema yang dapat dikembangkan
mengacu pada prisip-prinsip sebagai berikut.
1. Pengalaman
mengembangkan tema dalam kurikulum disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan
dikembangkan.
2. Dimulai
dari lingkungan yang terdekat dengan anak.
3. Dimulai
dari hal-hal yang mudah menuju yang sulit, dari hal yang sederhana menuju hal
yang kompleks, dan dari hal yang konkret menuju yang abstrak.
b. Pengertian
Pembelajaran Tematik
Model
pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan
pendekatan tematik yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena siswa akan mendapat
pengalaman langsung mengenai apa yang ia pelajari, sehingga akan memudahkan
siswa dalam memahami setiap mata pelajaran yang terdapat di dalam setiap tema
tersebut.
Dalam
pelaksanaannya, pembelajaran tematik ini bertolak dari suatu tema yang dipilih
dan dikembangkan oleh guru dan siswa dengan memperhatikan keterkaitan dengan
isi mata pelajarannya. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang
menjadi pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Tujuan dari adanya tema ini bukan
hanya untuk menguasai suatu konsep dalam satu mata pelajaran, akan tetapi juga
ada keterkaitannya dengan konsep mata pelajaran lainnya.
Dengan adanya tema ini akan memberikan
beberapa keuntungan diantaranya: 1) siswa dapat lebih fokus dalam suatu tema
tertentu, 2) siswadapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai
kompetensi dasar antarmatapelajaran dalam tema yang sama, 3) pemahaman siswa
terhadap materi lebih mendalam dan berkesan, 4) kompetensi dasar dapat
dikembamgkan lebih baik dengan mengaitkan pada mata pelajaran lain dengan
pengalaman pribadi siswa, dan lain sebagainya.
c.
Landasan Pembelajaran Tematik
1.
Landasan Filosofis
Kemunculan
pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat, diantaranya
yakni:
a.
Aliran progresivisme, aliran ini
memandang proses pembelajaran pada pembentukan kreativitas, pemberian julah
kegiatan, suasana alamiah, dan memperhatikan pengalaman siswa.
b.
Aliran kontruktivisme, aliran ini
melihat pengalaman langsung siswa dalam kunci sebagai pembelajaran. Dalam hal
ini siswa dapat belajar langsung dari materi-materi yang ada di dalam tema
melalui pengalaman yang sudah dirasakannya sehingga siswa dapat mudah menggali
pengetahuan yang terkandung di dalamnya.
c.
Aliran humanisme, aliran ini lebih
melihat siswa dari keunikan/kekhasannya, potensi dan juga motivasi yang
dimilikinya.
2.
Landasan Psikologis
Landasan
ini berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi
belajar. Psikologi perkembangan dapat menentukan sejauh mana isi/materi dari
setiap mata pelajaran yang sesuai dengan perkembangan peserta didiknya,
sedangkan psikologi belajar menentukan bagaimana cara isi/materi tematik
tersebut disampaikan dan agar peserta didik dapat memahami dan isi/materi tersebut.
3.
Landasan Yuridis
Landasa
ini berkaitan dengan kebijakan dan peraturan mengenai pembelajaran tematik yang
mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 9
tentang Perlindungan Anak, dinyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Dalam UU No.20 Tahun 2003 Bab V
Pasal 1-b tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta
didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan
sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
4.
Landasan Sosial-budaya dan Perkembangan
Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS)
Pembelajaran
selalu mengandung nilai yang harus sesuai dalam kehidupan di mayarakat.
Kehidupan di masyarakat selalu mengutamakan nilai dan budaya, oleh sebab itu
peserta didik juga harus mempunyai rasa sosial yang tinggi dalam kehidupannya.
Selain itu, perkembangan teknologi yang semakin maju mengakibatkan kurikulum
pembelajaran juga harus menyelaraskan dengan perkembangan dan kemajuan yang
terjadi dalam dunia IPTEK.
Keempat
landasan tersebut saling berkaitan dalam pembentukan kurikulum pembelajaran
tematik, baik itu landasan filosofis, psikologis, yuridis, dan IPTEKS akan
mempengaruhi perkembangan pembelajaran tematik yang efektif dan efisien.
d.
Pentingnya Pembelajaran Tematik untuk
Murid Sekolah Dasar.
Model pembelajaran tematik lebih
menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Melalui pembelajaran tematik siswa akan mendapatkan pengalaman langsung
terhadap isi/tema dari setiap mata pelajaran yang termuat di dalamnya, sehingga
siswa akan lenih mudah dalam memahami setiap mata pelajaran yang diajarkan oleh
gurunya.
Pembelajaran tematik memiliki beberapa
keunggulan, di antaranya: 1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar, 2)
kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik sesuai
dengan minat dan bakat siswa, 3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan
berkesan bagi siswa, sehingga hasil belajar akan lebih bertahan lama, 4) membantu
mengembangkan keterampilan siswa, 5) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat
pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam
lingkungannya, dan 6) mengembangkan keterampilan sosial siswa dalam kehidupan
sehari-hari.
Selain itu, pembelajaran tematik juga
memiliki beberapa nilai dan manfaat, di antaranya: 1) dengan menggabungkan
beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran dapat terjadi
penghematan, karena dapat menghilangkan tumpang tindih materi, 2) siswa dapat
melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih
berperan sebagai sarana atau alat, bukan sebagai tujuan akhir, 3) pembelajaran
tidak terpecah-pecah karena siswa melengkapi dengan pemgalaman belajar yang
lebih terpadu sehingga akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang
lebih terpadu juga, 4) memberikan penerapan-penerapan dari dunia nyata,
sehingga dapat mempertinggi kesempatan transfer belajar, 5) dengan adanya
pemaduan antarmata pelajaran, maka penguasaan materi pembelajaran akan semakin
baik dan meningkat.
e.
Karakteristik Model Pembelajaran Tematik
1.
Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered). Dalam pendekatan
pembelajaran modern menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru
slebih berperan sebagai fasilitator atau yang memberikan kemudahan dan solusi
dalam proses pembelajaran siswanya.
2.
Memberikan pengalaman langsung
Dengan pengalaman langsung ini, siswa
dihadapkan pada sesuatu yang nyata sebagai dasar untuk menghadapi sesuatu yang
abstrak.
3.
Pemisahan mata pelajaran tidak begitu
jelas
Fokus pada pembahasan setiap mata
pelajaran bergantung pada setia tema yang berkaitan antara mata pelajaran satu
dengan yang lainnya.
4.
Menyajikan konsep dari berbagai mata
pelajaran
Dalam pembelajaran tematik konsep yang tersaji dalam
setiap tema diambil dari berbagai mata pelajaran, sehingga siswa akan
mempelajari seluruh konsep dengan utuh. Hal ini dijadikan sebagai bekal untuk
siswa dalam menghadapi permasalahan yang akan terjadi dalam kehidupannya.
5. Bersifat
fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat lebih
fleksibel (luwes), di mana guru dapat mengaitkan antara materi yang terdapat
dalam satu mata pelajaran dnegan yang lainnya ataupun mengaitkannya dengan
kehidupan dan keadaan sekitar lingkungan siswa.
6.
Hasil pembelajaran sesuai dengan minat
dan kebutuhan siswa
Siswa diberikan kesempatan untuk
mengoptimalkan bakat dan potensinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7.
Menggunakan prinsip belajar sambil
bermain dan menyenangkan
Dalam pembelajaran tematik, mengusung
prinsip belajar sambil bermain sehingga siswa akan tertarik dan tidak mudah
bosan dalam proses pembelajaran.
f.
Rambu-rambu Pembelajaran Tematik
Dalam
pembelajaran tematik yang harus diperhatikan guru adalah sebagai berikut.
1.
Tidak semua mata pelajaran harus
dipadukan.
2.
Dimungkinkan terjadi penggabungan
kompetensi dasar lintas semester.
3.
Kompetensi dasar yang tidak dapat
dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak
diintegrasikan harus dipelajari sendiri.
4.
Kompetensi dasar yang tidak tercakup
pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun
disajikan secara tersendiri.
5.
Kegaiatan pembelajaran ditekankan pada
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral.
6.
Tema-tema yang dipilih disesuaikan
dengan karakteristik siswa, minat, lingkunganm dan daerah setempat.
g.
Ruang Lingkup Pembelajaran Tematik
Ruang lingkup pengembangan pembelajaran
tematik meliputi seluruh mata pelajaran kelas I, II, dan III Sekolah Dasar,
yaitu pada mata pelajaran Pendididikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika,
Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Kewarganegaraan,
Seni Budaya dan Keterampilan, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Keseharan.
h.
Implementasi Pembelajaran Tematik
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
yang harus dikuasai siswa sudah tertulis dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan pada setiap mata pelajaran yang terpisah satu dengan yang
lainnya. Dalam merancang pembelajaran
tematik di Sekolah Dasar bisa dilakukann dengan dua cara sebagai berikut.
Pertama, dimulai dengan menetapkan
terlebih dahulu tema-tema tertentu yang akan diajarkan, dilanjutkan dengan
mengidentifikasi dan memetakan kompetensi dasar pada beberapa mata pelajaran
yang diperkirakan relevan dengan tema-tema tersebut. Tema-tema tersebut harus
berkaitan dengan lingkungan siswa, dimulai dari hal yang sulit hingga ke hal
yang sederhana.
Kedua, dimulai dengan mengidentifikasi
kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang memiliki hubungan,
dilanjutkan dengan penetapan tema pemersatu. Dengan demikian tema pemersatu
tersebut dapat ditentukan setelah mempelajari kompetensi dasar dan indikator
yang terdapat dalam masing-masing pembelajaran.
Berikut adalah alur atau langkah-langkah
dalam mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran tematik meluputi beberapa
tahap, yaitu:
1.
Menetapkan mata pelajaran yang akan
dipadukan.
Tahap ini dilakukan setelah membuat
pemetaan kompetensi dasar secara menyeluruh pada semua mata pelajaran agar
terjadi pemerataan dan pencapaian yang sesuai dengan yang diajarkan.
2.
Mempelajari kompetensi dasar dan
indikator dari mata pelajaran yang akan dipadukan.
Pada
tahap ini dilakukan pengkajian atas kompetensi dasar dari beberapa mata
pelajaran yang memungkinkan untuk diajarkan dengan sebuah tema pemersatu.
3.
Memilih dan menetapkan tema/topik
pemersatu.
Pada tahap ini dilakukan pemilihan dan
penetapan tema yang dapat mempersatukan beberapa kompetensi dasar dan indikator
pada setiap mata pelajaran yang dipadukan pada kelas dan semester yang sama.
Dalam melakukan tahap ini perlu mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya: a)
tema yang dipilih memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa serta
terkait dengan cara dan kebiasaan belajarnya, b) ruang lingkup tema disesuaikan
dengan usia dan perkembangan siswa, termasuk minat, kemampuan, dan kebutuhannya,
serta c) penetapan tema dimulai dari lingkungan yang terdekat dan dikenali
siswa.
4.
Membuat matriks atau bagan hubungan
kompetensi dasar dan tema/topik pemersatu.
Pada
tahap ini pemetaan tema yang sudah dilakukan dibuat dalam bentuk bagan atau
matriks jaringan tema yang memeperlihatkan kaitan antara tema pemersatu dengan
kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran.
5.
Menyusun silabus pembelajaran tematik
Hasil
yang telah dilakukan dalam tahap-tahap sebelumnya menjadi bahan untuk pembuatan
silabus. Silabus dapat diartikan sebagai ringkasan/pokok-pokok materi
pembelajaran tematik. Format silabus tersusun dalam bentuk matriks dan memuat
tentang: (1) mata pelajaran yang akan dipadukan, (2) kompentesi dasar, (3)
indikator yang akan dicapai, (4) kegiatan pembelajaran materi pokok, strategi
pembelajaran, dan langkah-lamgkah pembelajaran, (5) sarana dan sumber, dan (6)
penilaian.
6.
Penyusunan rencana pembelajaran tematik.
Penyusunan
rencana pembelajaran ini merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang
telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran. Komponen rencana pembelajaran
tematik meliputi:
a)
Tema/judul yang akan dipelajari dalam
pembelajaran.
b)
Identitas mata pelajaran (nama mata
pelajaran yang akan dipadukan, kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam
pertemuan yang dialokasikan).
c)
Kompetensi dasar dan indikator yang
hendak dicapai.
d)
Materi pokok beserta uraiannya yang
perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator.
e)
Strategi pembelajaran (kegiatan
pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam proses
pembelajaran).
f)
Alat, media, dan sumber bahan.
g)
Penilaian dan tindak lanjut.
Berikut
adalah contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
FORMAT
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK
Nama Sekolah
Alamat
Sekolah
Tema :
……………………………
Mata Pelajaran :…………………………….
1.
………….
2.
………….
3.
………….
Kelas/Semester :
Alokasi Waktu :
(1)
Kompetensi dasar
Tuliskan
kompetensi dasar yang dapat dipadukan dengan beberapa mata pelajaran yang akan
dicapai serta tuliskan juga nomor kompetensi dasarnya.
(2)
Indikator
Indikator
dapat dikembangkan dari kompetensi dasar yang sudah ditentukan.
(3)
Tujuan pembelajaran
Tujuan
pembelajaran dapat dijabarkan dari kompetensi dasar yang mengandung kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotor.
(4)
Materi pokok
Materi
pokok yang perlu dipelajari siswa ditulis (beserta uraian singkat) dalam rangka
pencapaian kompetensi dasar dan indikator.
(5)
Metode yang digunakan
Penetapan
metode boleh lebih dari satu. Contohnya seperti ceramah, tanya jawab, diskusi
pembelajaran kooperatif, pemecahan masalah, dan sebagainya.
(6)
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
Langkah-langkah
kegiatan pembelajaran berupa alur kegiatan pembelajaran secara konkret yang
harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber
belajar untuk menguasai kompetensi dasar.
a.
Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan
ini merupakan kegiatan pembuka dalam suatu pembelajaran yang dilakukan oleh
guru untuk memberikan motivasi dan menciptakan suasana pembelajaran yang
efektif yang memungkinkan siswanya untuk mengikuti proses pembelajaran dengan
baik. Efisisensi waktu dalam kegiatan ini relative singkat berkisar antara
10-30 menit.
Kegiatan
pendahuluan dapat dilakukan dengan cara: (1) melakukan apersepsi, yaitu
mengaitkan materi yang dipahami siswa dengan materi yang akan diajrkan, (2)
menginformasikan tujuan atau kompetensi yang harus dicapai siswa dalam proses
pembelajaran, (3) melakukan pretest
atau kuis.
b.
Kegiatan Inti
Kegiatan
inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan
indikator yang sudah ditetapkan. Alokasi waktu untuk kegoatan inti bisa
disesuaikan dengan banyaknya materi yang akan disampaikan. Kegiatan inti dapat
dilakukan dengan cara: (1) guru memberitahukan tema yang akan dibahas dan
kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa beserta garis besar materi yang
akan dipelajari. (2) menjelaskan alternative kegiatan belajar yang akan dialami
siswa, (3) materi pembahasan pada setia tema harus diarahkan pada perubahan
tingkah laku siswa.
c.
Kegiatan Penutup
Kegiatan
penutup yaitu kegiatan yang dilakukan dengan cara melakukan penilaian hasil
belajar siswa dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh
berdasarkan kegiatan proses belajar siswa. Alokasi waktu yang diperlukan pada
kegiatan penutup ini kurang lebih 25 menit. Secara umum kegiatan akhir dan
tindak lanjut dalam pembelajaran terpadu diantaranya: (1) siswa menyimpulkan
KBM di bawah arahan guru, (2) melaksanakan post
test atau penilaian akhir, (3) melaksanakan tindak lanjut pembelajaran
melalui kegiatan pemberian tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah, (4)
mejelaskan kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit, (5) menginformasikan
topik atau tema yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya, dan (6) meutup
kegiatan pembelajaran.
(7)
Alat, media, dan sumber.
(8)
Penilaian hasil belajar
7.
Pengelolaan Kelas
a.
Pengelolaan Tempat Belajar
Untuk
pembelajaran tematik, pengaturan kelas harus fleksibel atau mudah diubah-ubah
oleeh siswa disesuaikan dengan tuntutan strategi pembelajaran yang akan
digunakan.
b.
Pengaturan Siswa
Kegiatan
pembelajaran akan dapat dilakukan jika siswa dapat diatur secara klasikal
(kelompok besar), kelompok kecil, perorangan (individual).
c.
Pemilihan Bentuk Kegiatan
Dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran tematik, guru harus bisa menguasai seluruh
bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut. Agar proses pembelajaran
berjalan dengan efektif dan tidak menjenuhkan, maka perlu dilakukan variasi
pembelajaran berkaitan dengan gaya mengajar guru, penggunaan alat dan media
pembelajaran, serta pola interaksi pembelajaran.
d.
Pemilihan Media Pembelajaran
Media
pembelajaran harus dijadikan sebagai bagian integral dengan komponen belajar
lainnya, dalam arti tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan satu
dengan yang lainnya. Penggunaan media pembelajaran dapat divariasikan ke dalam
penggunaan media visual, media audio, dan media audio-visual.
e.
Penilaian
Model
penilaian yang dikembangkan dalam pembelajaran tematik di Sekolah Dasar
mencakup prosedur yang digunakan, dan bentuk penilaian, serta alat evaluasi
yang digunakan.
9. Model Pembelajaran Berbasis
Komputer
a. Perspektif
Historis Pembelajaran Berbasis Komputer
Sejarah pembelajaran berbasis komputer
dimulai dari munculnya ide-ide untuk menciptakan perangkat teknologi terapan
yang memungkinkan seseorang melakukan proses belajar secara individual dengan
menerapkan prinsip-prinsip didaktik-metodik tersebut. Dalam teknologi
pembelajaran kita menemukan bahwa karya Sydney L. Pressey (1960) untuk
menciptakan mesin mengajar atau teaching machine bisa dicatat sebagai pelopor
dalam pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran.
Pada tahun 1964, seorang ahli psikologi
dari aliran behaviorisme bernama B. F. Skiner menciptakan pembelajaran
terprogram (berprogram) yang memungkinkan siswa berinteraksi dengan siswa dan
siswa berinterasi dengan guru yang dilakukan secara langsung dengan program
yang bisa berbentuk tulisan, rekaman radio, film, mesin mengajar, dan lain
sebagainya.
b. Model-model
Pembelajaran Berbasis Komputer
1.
Model Drills
Model
drills adalah model dalam
pembelajaran dengan jalan melatih siswa terhadap bahan pelajaran yang sudah
diberikan. Melalui model pembelajaran drills
akan ditanamkan kebiasaan tertentu dalam bentu latihan. Dalam melatih siswa,
guru hendaknya memerhatikan jalannya pembelajaran serta faktor-faktor sebagai
berikut.
·
Menjelaskan terlebih dahulu tujuan atau
kompetensi.
·
Menentukan dan menjelaskan kebiasaan, ucapan,
kecekatan, gerak tertentu, dan lain sebagainya yang akan dilatihkan.
·
Pusatkan perhatian siswa terhadap bahan
yang akan atau sedang dilatihkan itu.
·
Gunakan selingan latihan, supaya tidak
bosan.
·
Guru hendaknya memerhatikan kesalahan
yang dilakukan yang dilakukan siswanya dan membetulkan kesalahan yang dilakukan
oleh siswa tersebut.
·
Waktu untuk latihan hendaknya
disesuaikan dengan kesanggupan siswa.
Model
drilss dalam pembelajaran berbasis
komputer pada dasarnya merupakan salah satu model pembelajaran yang bertujuan
memberikan pengalaman belajar yang konkret melalui penciptaan tiruan dengan
bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya. Secara umum tahapan
penyajian model drills adalah sebagai berikut.
·
Penyajian masalah dalam bentuk latihan soal
pada tingkat tertentu dari kemampuan dan performance siswa.
·
Siswa mengerjakan soal-soal latihan.
·
Program merekam penampilan siswa,
mengevaluasi, kemudian memberikan umpan balik.
·
Jika jawaban yang diberikan siswa benar
maka program menyajikan materi selanjutnya dan jika jawaban siswa salah maka
program menyediakan fasilitas untuk mengulang latihan (remedial) yang dapat
diberikan pada akhir keseluruhan soal.
2.
Model Tutorial
Tutorial adalah bimbingan pembelajaran
dalam bentuk pemberian arahan, bantuan, petunjuk, dan motivasi agar para siswa
belajar secara efisien dan efektif. Program tutorial merupakan program
pembelajaran yang menggunakan software
berupa program komputer yang berisi materi pelajaran dan soal-soal latihan.
Fungsi dari pembelajaran tutorial yaitu:
1) kurikuler, yakni sebagai pelaksana kurikulum; 2) pembelajaran, yakni
kegiatan yang dilakukan siswa dalam menuntut ilmu; 3) diagnosis-bimbingan,
yakni membantu siswa dalam yang mengalami kesusahan dalam proses pembelajaran
ini; 4) administrative, yakni melaksanakan berbagai kegiatan pendataan yang
sesuai dengan teknis administrative program pembelajaran berbasis komputer ini;
dan 5) personal, yakni memberikan keteladanan pada siswanya agar termotivasi
untuk lebih giat dalam belajar.
Tujuan pembelajaran tutorial yaitu: 1)
meningkatkan pengetahuan siswa sesuai yang dimuat dalam software pembelajaran; 2)
meningkatkan kemampuan iswa dalam memecahkan suatu masalah; dan 3)
meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar mandiri dan menerapkannya dalam kehidupan.
Berikut adalah tahapan dalam pembelajaran model tutorial.
·
Penyajian informasi, yaitu berupa materi
pelajaran yang akan dipelajari siswa.
·
Pertanyaan dan respons, yaitu berupa
soal-soal latihan yang harus dikerjakan siswa.
· Penilaian
respons, yaitu komputer akan memberikan respons terhadap kinerja siswa.
· Pemberian
balikan respons, yaitu setelah program selesai maka program akan memberikan
pernyataan apakah telah selesai atau belum.
· Pengulangan.
· Segmen
peraturan pelajaran.
3.
Model Simulasi
Model simulasi adalah model CBI yang
menampilkan materi pelajaran yang dikemas dalam bentuk simulasi-simulasi
pembelajaran berupa bentuk animasi yang menjelaskan konten secara menarik,
hidup, dan memadukan unsur teks, gambar, audio, gerak, dan paduan warna yang
serasi dan harmonis. Berikut adalah langkah-langkah produksi model simulasi.
Perencanaan
produksi model simulasi, meliputi:
a.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
model simulasi
b.
Perencanaan program PBK simulasi
1)
Pendahuluan
2)
Tujuan (SK-KD-Indikator)
3)
Pengalaman belajar
4)
Treatment
5)
Storyboard
c.
Flowchart
PBK
model simulasi
4.
Model Instructional Games
Instructional
games merupakan salah satu bentuk metode dalam
pembelajaran computer. Tujuan instructional games adalah menyediakan bentuk
pengalaman belajar yang memberikan fasilitas belajar untuk menambah pengetahuan
siswa melalui bentuk permainan yang mendidik dan menumbuhkan motivasi belajar
pada siswa.
a.
Karakteristik Instructional Games
Tahapan
dalam pembuatan instructional games yakni:
· Tujuan,
yaitu memiliki tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
· Aturan,
yaitu penetapan tindakan yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan oleh
pemain.
· Kompetisi,
seperti menyerang lawan dan sebagainya.
· Tantangan.
· Khayalan,
permainan sering bergantung pada pengembangan imanjinasi untuk memberikan
motivasi kepada pemain.
· Keamanan,
permainan menyediakan jalan yang aman untuk menghadapi bahaya nyata.
· Hiburan,
permainan dalam pembelajaran berperan sebagai penghibur dan menumbuhkan
motivasi.
b. Komponen
Instructional Games
· Pendahuluan
Meliputi:
judul, tujuan, aturan, petunjuk bermain, dan pilihan bermain.
· Bentuk
instructional games
Meliputi:
scenario, tingkatan permainan, pelaku permainan, aturan permainan, tantangan
dalam pencapaian tujuan, rasa ingin tahu, kompetisi positif, hubungan bermakna
antar pemain dan pembelajaran, kemampuan melawan kesempatan, menang atau kalah,
pilihan permainan, alur yang harus dilakukan, pergantian, tipe kegiatan, dan
interaksi dalam permainan.
· Penutup
Meliputi:
memberi tahu pemenang dan memberikan penghargaan.
10. Model Pembelajaran PAKEM
(Parsipatif, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangnkan)
a. Pengertian
PAKEM
PAKEM
merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman dalam bertindak untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam model pembelajaran PAKEM ini, guru dituntun
untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa melalui
partisipatif, aktif, kreatif, efekstif, dan menyenangkan yang pada akhirnya
membuat siswa dapat menciptakan karya, gagasan, ide atas hasil penemuannya dari
usahanya sendiri, bukan dari gurunya.
1.
Pembelajaran Parsipatif
Pembelajaran parsipatif yaitu
pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran secara optimal.
Pembelajaran ini menitikberatkan pada siswa untuk ikut aktif dalam
pembelajaran, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna bila siswa diberikan
kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembelajaran. Tugas
guru disini hanya sebagai fasilitator dan mediator dalam kegiatan
pembelajarannya.
2.
Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif merupakan pendekatan
pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa dalam mengakses berbagai
informasi dan pengetahuan untuk dibahan dan dikaji dalam pembelajaran di kelas,
sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan
pemahaman dan kompetensinya.
3.
Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran kreatif merupakan proses
pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan
kreativitas siswa selama pembelajaran berlangsung dengan memakai berbagai
metode dan strategi yang bervariasi.
4.
Pembelajaran Efektif
Pembelajaran efektif dapat dikatakan
efektif jika mampu memberikan pengalaman baru kepada siswa membentuk kompetensi
siswa, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal.
Menurut Kenneth D. More, ada tujuh langkah dalam mengimplementasikan
pembelajaran efektif, yakni: (1) perencanaan. (2) perumusan tujuan/kompetensi,
(3) pemaparan perencanaan pembelajaran kepada siswa, (4) proses pembelajaran
dengan menggunakan berbagai strategi, (5) evaluasi, (6) penutup, dan (7) tindak
lanjut.
5.
Pembelajaran Menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan merupakan
proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat suatu kohesi yang sangat kuat
antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (Mulyasa,
2006:194). Dengan kata lain, pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola
hubungan yang baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Terdapat
empat aspek yang mempengaruhi PAKEM, yaitu:
·
Pengalaman
Pengalaman
yang diajarkan bersifat mandiri, seperti eksperimen, pengamatan, wawancara,
pengamatan, percobaan, penyelidikan, dan wawancara.
·
Komunikasi
Komunikasi
dapat dilakukan dengan mengemukakan pendapat, presentasi laporan, dan
memajangkan hasil kerja.
· Interaksi
Interaksi
dapat dilakukan dengan tanya jawan dan saling melempar pertanyaan.
· Refleksi
Refleksi
dapat dilakukan dengan memikirkan kembali apa yang telah diperbuat/dipikirkan
oleh anak selama mereka belajar.
b. Model-model
Pembelajaran yang Mendukung Pembelajaran PAKEM
Menurut
Udin S, Saud, terdapat tiga model pembelajaran yang biasa digunakan, yakni: (1)
pembelajaran kuantum, (2) pembelajaran berbasis kompetensi, dan (3)
pembelajaran kontekstual.
11. Model Pembelajaran Web (e-learning)
Pembelajaran berbasis web yang popular dengan
sebutan Web-Based Education (WBE) atau kadang disebut e-learning.
a.
Implementasi Pembelajaran Berbasis Web
Model
pembelajaran dirancang dengan mengintegrasikan pembelajaran berbasis web dalam
program pembelajaran konvensional tatap muka. Berikut adalah langkah-langkah
dalam merancang dan mengimplementasikan pembelajaran berbasis web.
1.
Sebuah program pendidikan untuk
peningkatan mutu pembelaran di lingkungan kampus dengan berbasis web. Program
ini dilakukan selama 5-10 bulan dan dibagi menjadi 5 tahap.
2.
Menetapkan sebuah mata kuliah pilihan di
jurusan.
b.
Interaksi Tatap Muka dan Virtual
Berikut
adalah tiga alasan mengapa forum tatap muka masih dilakukan diantaranya adalah:
1.
Perlunya forum untuk menjelaskan maksud
dan mekanisme belajar yang akan dilalui bersama secara langsung semua peserta
didik,
2.
Perlunya memberikan pemahaman sekaligus
pengalaman belajar dengan mengerjakan tugas secara kelompok dan kolaboratif
pada setiap peserta didik,
3.
Perlunya pemberian pelatihan secukupnya
dalam menggunakan computer yang akan digunakan sebagai media komunikasi
berbasis web kepada setiap peserta didik.
Dengan adanya teknologi internet
(TI) dalam bidang pendidikan akan membuka sumber informasi yang tadinya susah
diakses. Adanya jaringan TI akan memudahkan seseorang dalam berkomunikasi satu
dengan yang lainnya.
c.
Pemanfaatan Internet sebagai Media
Pembelajaran
Internet
diluncurkan pertama kali oleh J.C.R. Licklider dari MIT (Massachusetts Imstitute Technology) pada Agustus 1962. Pemanfaatan
internet sebagai media pembelajaran memiliki beberapa kelebihan sebagai
berikut.
1.
Dimungkinkan terjadinya distribusi
pendidikan ke semua penjuru tanah air dan kapasitas daya tampung yang tidak
terbatas karena tidak memerlukan ruang kelas.
2.
Proses pembelajaran tidak terbatas oleh
waktu seperti halnya tatap muka biasa.
3.
Pembelajaran dapat memilih topik atau
bahan ajar yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masing-masing.
4.
Lama waktu belajar juga tergantung pada
kemampuan masing-masing siswa.
5.
Adanya keakuratan dan kekinian materi
pembelajaran.
6.
Pembelajaran dapat dilakukan secara
interaktif, sehingga menarik siswa dan memungkinkan pihak berkepentingan (orang
tua siswa maupun guru) dapat turut menyukseskan proses pembelajaran dengan cara
mengecek tugas-tugas yang dikerjakan siswa secara online.
d.
Penggunaan Internet dalam Pembelajaran
Berikut
adalah hal-hal yang dapat difasilitasi oleh internet.
1.
Discovery
(penemuan), meliputi browsing dan
pencarian informasi-informasi tertentu.
2.
Communication
(komunikasi), internet menyediakan jaringan komunikasi dengan cepat dan murah
berupa pesan-pesan.
3.
Collaboration
(kolaborasi).
e.
Internet Sebagai Sumber Belajar
Berikut
adalah hal-hal yang dapat kita lakukan dengan menggunakan internet.
1.
Penelusuran dan pencarian bahan pustaka.
2.
Membangun program artificial intelligence (kecerdasan buatan) untuk memodelkan sebuah
rencana pembelajaran.
3.
Memberi kemudahan untuk mengakses virtual classroom ataupun virtual university.
4.
Pemasaran dan promosi hasil karya
penelitian.
f.
Pemanfaatan e-Learning untuk Pembelajaran
Menurut
Jaya Kumar C. Koran (2002), e-learning
adalah pembelajaran yang menggunakan rangakaian elektronik (LAN, WAN, atau
internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan.
Berikut adalah karakteristik e-learning.
1.
Memanfaatkan jasa teknologi elektronik,
sehingga guru dan siswa dapat berkomunikasi satu dengan yang lainnya.
2.
Memanfaatkan keunggulan komputer.
3.
Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri
disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa di manapun
apabila yang bersangkutan memerlukannya.
4.
Memanfaatkan jadwal pembelajaran,
kurikulum, hasil kemajuan belajar, dan hal-hal yang berkaitan dengan
administrasi pendidikan dapat di lihat pada komputer.
Untuk
merancang e-learning yang menarik dan
diminati, Onno W, Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi yakni:
sederhana, personal, dan cepat.
g.
Teknologi Pendukung e-Learning
Dalam pembelajaran sehari-hari teknologi
sering dijumpai yakni audio/data, video/data, video/audio. Teknologi ini sering
dipakai pada pendidikan jarak jauh yang dimaksudkan agar komunikasi antara
murid dan guru bisa terjadi keunggulan
dalam bidang e-learning ini.
Menurut Onno W. Purba (1997), “ada lima aplikasi standar internet yang dapat
digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu email,
Mailing List (milis), News group,
File Transfer Protocol (ITC), dan World Wide Web (WWW)”.
Rosenberg (2001) mengkategorikan tiga
kriteria dasar yang ada dalam e-learning
yaitu:
1.
E-learning
bersifat jaringan.
2.
E-learning
dikirimkan kepada pengguna melalui computer dengan menggunakan standar
teknologi internet.
3.
E-learning
berfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas.
h.
Pengembangan Model e-Learning
Pendapat
Haughey (Rusman, 2007) tentang pengembangan e-learning
ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet
diantaranya sebagai berikut.
1.
Web
course, yaitu penggunaan internet untuk keperluan
pendidikan yang mana mahasiswa dan dosen sepenuhya terpisah dan tidak
diperlukan adanya tatap muka. Model ini menggunakan sistem jarak jauh.
2.
Web
centric, yaitu penggunaan internet yang memadukan antara
belajar jarak jauh dan tatap muka. Sebagian materi disampaikan langsung dan
sebagaian lagi melalui internet. Fungsinya untuk melengkapi.
3.
Web
enchanced, yaitu pemanfaatan internet untuk menunjang
peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas.
i.
Kelebihan dan Kekurangan e-Learning
Berikut
adalah kelebihan e-learning.
1.
Tersedianya fasilitas e-moderating di mana pendidik dan
peserta didik dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet.
2.
Pendidik dan peserta didik dapat
menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal
melalui internet.
3.
Peserta didik dapat belajar atau
me-riview bahan pelajaran setiap saat dan di mana saja mengingat bahan ajar
tersebut disimpan di computer.
4.
Peserta didik dapat dengan mudah
mengakses tambahan informasi yang diperlukan di internet.
5.
Peserta didik dan pendidik dapat
melakukan diskusi baik secara individu maupun kelompok dalam internet.
6.
Peserta didik akan lebih meningkatkan
perannya dari yang pasif menjadi aktif dan lebih mandiri.
7.
Internet dapat memberikan efesiensi
waktu bagi para peserta didik yang rumahnya jauh dari sekolah untuk dapat
berkomunikasi dengan pendidik.
Berikut
adalah kekurangan dari internet (Bullen, 2001, Beam, 1997).
1.
Kurangnya interaksi antara peserta didik
dan pendidik bahkan interaksi peserta didik dengan peserta didik sekalipun.
2.
Kecenderungan mengabaikan aspek akademik
atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial.
3.
Proses pembelajarannya cenderung ke arah
pelatihan daripada pendidikan.
4.
Berubahnya peran pendidik dari yang
semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, menjadi mengetahui teknik
pembelajaran yang menggunakan ICT/medium computer.
5.
Peserta didik yang tidak mempunyai
motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.
6.
Tidak semua tempat tersedia fasilitas
internet.
7.
Kurangnya tenaga yang mengetahui dan
memiliki keterampilan mengoperasikan internet.
8.
Kurangnya personel dalam hal penguasaan
bahasa pemrograman komputer.
12. Model Pembelajaran Mandiri
a.
Konsep Belajar dan Pembelajaran Mandiri
Menurut Wedemcyer (1983), peserta didik
yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus
menghadiri pembelajaran yang diberikan guru/pendidik di kelas. Selain itu,
peserta didik juga mempunyai otonomi dalam belajar. Otonomi tersebut dapat
diwujudkan dalam beberapa kebebasan yakni:
1.
Peserta didik mempunyai kesempatan untuk
ikut menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan belajarnya.
2.
Peserta didik boleh ikut menentukan
bahan belajar yang ingin dipelajarinya dan cara mempelajarinya.
3.
Peserta didik mempunyai kesempatan untuk
belajar sesuai dengan kemampuannya.
4.
Peserta didik dapat ikut serta dalam
menentukan cara evaluasi yang akan digunakan untuk dirinya dalam menilai
kemampuan belajarnya.
Sejalan dengan Wedermeyer, Moore (1983)
berpendapat bahwa ciri utama suatu proses pembelajaran mandiri ialah adanya
kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan tujuan,
sumber, dan evaluasi belajarnya.
Sedangkan Candy PC dan kawan-kawan
menyatakan, motivasi dan keterampilan pembelajaran sepanjang hayat hanya dapat
dicapai melalui tiga tahap, yaitu: 1) tahap dasar, terjadi sampai umur 16
tahun, 2) tahap pembentukan, terjadi pada usia 14 sampai 21 tahun, dan 3) tahap
lanjutan, terjadi setelah umur 18 tahun.
Sesuai dengan konsep belajar mandiri,
bahwa seorang siswa diharapkan dapat:
1.
Menyadari bahwa hubungan antara pengajar
dengan dirinya tetap ada, namun hubungan tersebut diwakili oleh bahan ajar atau
media belajar.
2.
Mengetahui konsep belajar mandiri.
3.
Mengetahui kapan ia harus minta tolong,
kapan ia membutuhkan bantuan atau dukungan.
4.
Mengetahui kepada siapa dan dari mana ia
dapat atau harus memperoleh bantuan/dukungan.
b.
Tingkat Kemandirian Peserta Didik dalam
Kegiatan Pembelajaran
Berikut
adalah tingkat kemandirian dalam berbagai program pembelajaran yang diutaran
oleh Moore (dalam Keegan, 1983), yakni: 1) program pembelajaran paling tinggi
tingkat kemandiriannya yaitu Private
Study atau Program Belajar Sendiri, 2) orang yang mempelajari keterampilan di
bidang olah raga, 3) kursus dan evaluasi yang dikontrol peserta didik (Learner controls course and evaluation),
4) belajar mengendarai mobil, 5) evaluasi yang dikontrol peserta didik (Learner controls evaluation), 6) kuliah
mandiri (Independent Courses), dan 7)
belajar bebas dalam mendapatkan kredit. (Independent
study for credit).
·
Kemandirian Peserta Didik
1.
Program pembelajaran yang jarak
transaksinya jauh atau tidak memberi peluang adanya komunikasi, interaksi, atau
dialog antar guru dan peserta didiknya (misalnya program pembelajaran melalui
TV), tidak memberi kemandirian dalam menentukan tujuan dan isi pelajaran. Semua
diatur oleh guru. Namun, pembelajaran seperti ini menuntuk kemandirian siswa
yang tinggi dalam cara belajarnya. Siswa dituntut untuk berinisiatif sendiri
dalam mencatat bagian-bagian yang menurut dia penting. Siswa juga dapat
mnegambil keputusan akankah dia lanjut belajar atau tidak. Siswa harus memiliki
inisiatif sendiri mengenai pengambilan keputusan yang akan dia lakukan,
termasuk beberapa pertanyaan yang belum ia pahami, ia harus menanyakan bagian
yang tidak diketahuinya kepada orang yang dianggap mengetahuinya. Dnegan kata
lain siswa harus bisa membuat pertimbangan mengambil keputusan dalam menyusun
strategi, cara, atau model belajar yang akan digunakan untuk memahami isi dari
pelajaran tersebut.
Sebaliknya,
program pembelajaran yang jarak transaksinya kecil (misal belajar melalui
internet atau belajar melalui audio
atau video conference) yang memberi
peluang besar untuk terjadinya komunikasi, interaksi, peluang kepada peserta
didik untuk ikut menentukan tujuan, dan isi pelajarannya. Tuntutan kemandirian
siswa dalam cara belajarnya cenderung menjadi relative kecil atau kurang.
Peserta didik memperoleh tuntutan belajar melalui diolog denga guru. Karena itu
peserta didik akan lebih mengandalkan penjelasan dari guru dan kurang berusaha
dalam mengatasi permasalahnnya sendiri.
2.
Pada program pembelajaran yang
terstruktur (misalnya buku teks, program TV, program audio), program
pembelajarannya sudah pasti dan tidak bisa diubah mengikuti kebutuhan individu
setiap siswa. Jadi, ditinjau dari batasan Moore (1983), dalam program yang
terstruktur, siswa tidak mandiri atau otonom dalam menentukan tujuan da nisi
pelajaran. Sebaliknya, dalam pembelajaran yang kurang terstruktur (misal
sekolah korespondensi, belajar melalui internet), program pembelajarannya dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam program pembelajaran
ini, siswa mempunyai kemandiriam taua otonom dalma menentukan tujuan dan isi
pelajaran,
·
Kemandirian Peserta Didik dan
Keberhasilan Belajar
Dalam
batasannya, Moore (dalam Keegan, 1991) mengatakan bahwa: “Kemandirian belajar
peserta didik adalah sejauh mana dalam proses pembelajaran itu siswa dapat ikut
menentukan tujuan, bahan, dan pengalaman belajar, serta evaluasi
pembelajarannya”.
1.
Karakteristik peserta didik yang
mandiri.
a.
Sudah mengetahui dengan pasti apa yang
imgin dia capai dalam kegiatan belajarnya.
b.
Sudah dapat memilih sumber belajar
sendiri dan mengetahui ke mana dia dapat menemukan bahan-bahan belajar yang
diinginkan.
c.
Sudah dapat meningkatkan kemampuan yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaannya atau untuk memecahkan permasalahan
yang dijumpainya dalam kehidupannya.
2.
Karekteristik siswa yang kurang mandiri.
a.
Lebih menyukai program pembelajaran yang
sudah terstruktur.
b.
Lebih suka mengikuti program
pembelajaran yang bahan belajarnya telah ditentukan dengan jelas dan cara
belajarnya juga telah ditemukan dengan jelas.
c.
Belum dapat menilai kemampuannya
sendiri, karena lebih menyukai program pembelajaran dengan kriteria yang
mempunyai keberhasilan yang jelas.
e.
Belajar Mandiri dalam Sistem Pembelajaran Jarak Jauh
Wedemeyer
(1983) mempunyai gagasan bahwa untuk mengatasi persoalan jarak dalam sistem
pendidikan terbuka jarak jauh diciptakan sistem pembelajaran yang memerhatikan
beberapa aspek, yakni; 1) peserta didik belajar terpisah dari guru, 2) isi
pelajaran disampaikan melalui tulisan atau media lainnya, 3) pembelajaran
dilaksanakan dengan pendekatan individual dan proses belajar melalui kegiatan
peserta didik, 4) belajar dapat dilakukan di tempat yang dianggap sesuai untuk
pesera didik di lingkungannya sendri, dan 5) peserta didik bertanggung jawab
atas kemajuan belajarnya, mempunyai kebebasan dalam menentukan waktu, dan
kecepatan belajarnya.
f.
Model-model Pembelajaran Mandiri
1.
Model SAVI
Dave
Meier menyajikan suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indera dan emosi
dalam proses belajar yang merupakan cara belajar secara alami yang dikenal
model SAVI, yaitu Somatis (belajar dengan bergerak), Auditori (belajar dengan
berbicara dan mendengar), Visual (belajar mengamati dan menggambarkan), dan
Intektual (belajar dengan memecahkan masalah dan menerangkan). Berikut adalah
siklus dalam pembelajaran model SAVI ada empap tahap.
a.
Tahap persiapan. Tujuannya adalah
menimbulkan minat para pembelajar, dan memberikan motivasi positif bagi
pembelajar.
b.
Tahap penyampaian. Tujuannya adalah
membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang
menarik.
c.
Tahap pelatihan. Tujuannya adalah
membantu pembelajar mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan ketrampilan
baru dari berbagai cara.
d.
Tahap penampilan hasil. Tujuannya adalah
untuk membantu pembelajar menerapkan dan memperluas pengetahuan atau
keterampilan baru mereka pada pekerjaan, sehingga hasil belajar akan lebih
melekat.
2.
Model MASTER
Rose
dan Nicholl memperkenalkan satu model belajar yang dikenal dengan M-A-S-T-E-R,
yaitu para pembelajar mulai menyadari bahwa belajar bukan hanya kewajiban
mereka saja. Model ini meliputi: Mind,
artinya mendapatkan keadaan pikiran yang benar dengan menjelaskan kepada
pembelajar tentang kerja otak dan gaya belajar dengan cara melibatkan berbagai
hal. Acquire, artinya memperoleh
informasi yang terdiri dari gagasan inti. Search
Out, artinya mencari makna melalui pembimbingan kepada pembelajar. Trigger, artinya memicu memori. Exhibit, artinya memamerkan apa yang
diketahui melalui teknik tantanglah persaingan, penilaian personal, catatan
prestasi, dan nilai. Reflect, artinya
merefleksikan belajar.
Berikut
adalah gagasan pembelajaran yang ideal untuk abad ke-21, yaitu: 1) komitmen
belajar, 2) memberikan perhatian sungguh pada pendidikan prasekolah, 3)
kekuatan orang tua paling utama, 4) menggunakan teknologi baru, 5) memperbaiki
kondisi guru dan dosen, 6) mengoperasikan sekolah berbasiskan otak, 7)
melibatkan anggota masyarakat, 8) memoderisasikan kurikulum, dan 9) mengubah
sistem ujian.
g.
Bahan Belajar Mandiri
1.
Modul, yaitu suatu paket program yang
disusun dalam bentuk satuan tertentu dan didesain sedemikian rupa guna
kepentingan belajar siswa.
2.
Bahan pembelajaran berprogram, yaitu
paket program pembelajaran individual, hampir sama dengan modul.
3.
Digital content berbasis web, yaitu
bahan pembelajaran online dalam bentuk pembelajaran individual yang dapat
diakses oleh siswa.
13. Pendekatan dan Model Pembelajaran
yang Mengaktifkan Siswa
a.
Pengertian Pendekatan dan Model
Pembelajaran yang Mengaktifkan Siswa
Menurut
Sanjaya (2008:127) “Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang bersifat sangat umum.”
Berdasarkan kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatran merupakan langkah
awal pembentukan suatu ide dalam memandang suatu masalah atau objek
kajian.Sedangkan model-model pembelajaran yang mengaktifkan siswa biasanya
disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar.
Joyce
& Weil (1980) mempelajari model-model pembelajaran berdasarkan teori
belajar yang dikelompokan sebagai berikut: 1) model interaksi sosial, yaitu siswa
dituntut untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan belajarnya, 2) model
pemrosesan informasi, yaitu menuntut siswa untuk aktif dalam memilih dan
mengembangkan materi yang akan dipelajarinya, 3) model personal, yaitu menuntut
siswa untuk mampu mengeksplorasi, mengelaborasi, dan mengaktualisasikan
kemampuan dalam kegiatan pembelajaran, 4) model modifikasi tingkah laku, yaitu
siswa harus mampu mengembangkan kemampuannya melalui tugas-tugas belajar,
pembentukan perilaku aktif dan memanipulasi lingkungan untuk kepentingan
belajar.
b.
Jenis-jenis Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan
pembelajaran yang dikemukakan oleh Killen, Roy dalam bukunya berjudul Effective Teaching Strategis (1998)
mengemukakan sebagai berikut.
1.
Pendekatan Pembelajaran Berorientasi
pada Guru (Teacher Centered Approaches)
Pendekatan
pembelajaran yang berorientasi pada guru yaitu pembelajaran yang menempatkan
siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar bersifat klasik. Dalam
pendekatan ini, guru menempatkan dirinya sebagai orang yang serba tahu.
Pendekatan ini berpusat pada guru, pembelajaran bersifat langsung (direct instruction), yaitu materi
disampaikan langsung oleh guru melalui verba, symbol, atau ceramah dan siswa
harus menguasai materi tersebut dengan cara mendengarkan pasif.
2.
Pendekatan Pembelajaran Berorientasi
pada Siswa (Student Centered Approaches)
Pendekatan
pembelajaran berorientasi pada siswa adalah pendekatan pembelajaran yang
menemuatkan siswa sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern.
Pendekatan yang berorientasi pada siswa juga merupakan pendekatan yang berpusat
pada siswa, pembelajarannya tidak langsung (inquiry-discovery)
dan siswa belajar dengan cara mencari dan menemukan sendiri melalui pengalaman
langsung secara kontekstual, yaitu dengan mengeksplorasi dan mengelaborasi
pengalaman belajarnya.
c.
Pembelajaran Berorientasi Aktivitas
Siswa (PBAS)
1.
Landasan Pembelajaran Berorientasi
Aktivitas Siswa
a.
Landasan Filosofis
Pandangan
filsafat progresivisme pendidikan didasarkan pada enam asumsi, yaitu:
1)
Muatan kurikulum harus diperoleh dari
minat dan interest siswa, bukan dari
disiplin-displin akademik.
2)
Pembelajaran dikatakan efektif jika
mempertimbangkan interest,
minat-minat serta kebutuhan-kebutuhan siswa secara menyeluruh dalam berbagai
bidang domain.
3)
Pembelajaran hendaknya bersifat aktif.
4)
Tujuan pendidikan adalah mengajar siswa
berpikir secara rasioanal.
5)
Di sekolah para siswa mempelajari
nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai sosial.
6)
Manusia berada dalam suatu keadaan yang
dapat berubah secara konstan, dan pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih
baik dibandingkan dnegan masa kini.
b.
Landasan Psikologis
Menurut
Sukmadinata (2003:32) dikemukakan bahwa: “Psikologi pendidikan dibutuhkan untuk
lebih memahami situasi pendidikan, interaksi guru dengan siswa, kemampuan,
perkembangan, karakteristik dan faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku
siswa dan perilaku guru, proses belajar, pengajaran, pembelajaran, bimbingan,
evaluasi, pengukuran, dan lain-lain.”
Banyak
aliran-aliran psikologi yang melahirkan teori-teori belajar, sebagaimana
dijalskan Sukmadinata (2003:167) bahwa, “Secara garis besar dikeanl ada tiga
rumpun besar teori psikologi yaitu: teori displin mental, behaviorisme, dan cognitive Gestalt-Field.”
2.
Pengertian Pembelajaran Berorientasi
Aktivitas Siswa
Pembelajaran
berorientasi aktivitas siswa adalah pembelajaran yang memposisikan siswa
sebagai subjek dalam pembelajaran, sehingga memberikan konsekuensi keterlibatan
siswa secara penuh mulai dari perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran sampai
pada evaluasi pembelajaran.
3.
Asumsi yang mendasari PBAS
a.
Asumsi Filosofis tentang Pendidikan
Pendidikan
bertugas mengembangkan seluruh potensi siswa. Pendidikan merupakan usaha sadar
untuk mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual
maupun kedewasaan moral.
b.
Asumsi tentang Siswa sebagai Subjek
Pendidikan
Siswa
sebagai subjek pendidikan yang sedang dalam tahap perkembangan. Asumsi ini
memberikan gambaran bahwa siswa adalah subjek yang memiliki potensi sehingga
proses pembelajaran seharusnya diarahkan untuk mengmbangkan potensi siswa.
c.
Asumsi tentang Guru
Guru
bertanggung jawab menciptakan suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar
dengan baik.
d.
Asumsi
tentang guru
Peran guru dalam pembelajaran adalah bertanggung jawab
atas trcapainya hasil belajar siswa. maka dari itu, guru dituntut untuk
memiliki kemamuan profesional dalam mengajar, kode etik keguruan, berperan
sebagai sumber belajar, mediator dan fasilitator belajar serta memimpin
kegiatan blajar siswa. filosofi mengajar yang baik adalah bukan hanya sekedar
mentransfer pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi bagaimana mmbantu sisiwa
supaya dapat belajar (learn how to learn).
e.
Asumsi
yang berkaitan dengan proses pembelajaran
Proses belajar aan terjadi jika siswa berinteraksi dengan
lingkungan yang dirancang dan dpesiapkan oleh guru. Pross itu akan lbih efektif
bila menggunakan metode, strategi, pendekatan seta model pembelajaran yang
tepat dan berdaya guna. Menurut Bruner, siswa dappat dimotivaasi untuk terlibat
dalam pembelajaran dengan cara dibuatnya suatu rancangan tugas yang membuat
siswa merasa saling memerlukan satu sama lainnya, sehingga mereka memiliki
peran masing-masing.
4. Peran Guru dalam Penerapan Pembelajaran Berorientasi
Aktivitas Siswa
Pelaksanaan PBAS ini memposisikan guru dan sisa sebagai
subjek belajar dalam kegiatan pembelajaran hanya saja berbeda peran dan
tugasnya. Atinya, ativitas belajar siswa diciptakan dan dikondiskan oleh guru
sebagai mediator dan fasilitator belajar siswa.
5.
Penerapan PBAS dalam Pembelajaran
Menurut sanjaya (2008:139) PBAS ini dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk kegiatan belajar misalnya kegiatan mendengarkan, berdiskusi,
bermain peran, melakukan pengamatan, melakukan eksperimen, membuat sesuatu,
menyusun laporan, memecahkan masalah dan praktik melakuka sesuatu. Semakin
banyak ketrlibatan siswa dalam kegiatan pmbelajaran maka semakin menunjukan
kadar PBAS dalam pembelajaran.
a. Keterlibatan siswa dalam proses peencanaan meliputi:
1.
Perumusan
tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran yang dikembangkan harus sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan dan tugas-tigas perkembangan siswa.
2.
Penyusunan
rancangan pembelajaran, agar RPP yang dibuat oleh guru dapat diterima dan
sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
3.
Memilih
dan menentukan sumber belajar, caranya dengan memberi penugasan kepada siswa
dan pembuatan makalah dalam kegiatan pembelajaran.
4.
Menentukan
dan mengadakan media pembelajaran yang akan digunakan, siswa diberi kebebasan
untuk mengeksplorasi kemampuannya sendiri melalui pengunaan media pembelajaran
yang mereka sukai.
b.
Keterlibatan
siswa dalam proses pembelajaran, meliputi:
1.
Kegiatan
fisik, mental dan intlektual
2.
Kegiatan
ksperimental
3.
Keinginan
siswa untuk menciptakan iklim belajar yang kreatif
4.
Keterlbatan
siswa untuk mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang ada
5.
Adanya
interaksi multiarah, yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan interaksi
siswa dengan guru.
c. Keterlibatan siswa dalam proses evaluasi pembelajaran,
meliputi:
1.
Mengevaluasi
sendiri hasil pembelajaran yang telah dilakukan
2.
Melaksanakan
kegiatan semacam tes dan tugas-tugaas yang harus dikerjakan
3.
Menyusun
laporan hasil belajar
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan PBAS
a. Kemampuan
Guru
Guru merupakan faktor utama dalam pembelajaran, meskipun
pembelajaran tersebut Pembelajaran Berorientasi Pada Aktivitas Siswa (PBAS)
c. Sarana dan Prasarana Belajar
Untuk mendukung Kegiatan PBAS ini memerlukan dukungan
fasilitasatau sarana dan prasarana yang memadai, misalnya ruangan klas yang
ideal dengan jumlah siswa dan tesedianya berbagai fasilitas media dan sumber
belajar.
Lingkungan
belajar
Selain sarana dan prasarana, keberhasilan PBAS perlu
ditunjang oleh faktor lingkungan belajar yang kondusif agar terjadinya proses
pembelajaran yang aktif dan menantang.
E. mengaktifkan
siswa melalui pendekatan dan model pembelajaran
Cara pelaksanaan
agar mengaktifkan siswa adalah dengan berbagai metode, strategi, pendekatan dan
model pembelajaran. Diantaranya adalah:
1.
Strategi
pembentukan tim, misalnya bertukar tempat, resume kelompok, pencarian teaman
sekelas dan sebagainya.
2.
Strategi
penilaian sederhana, yaitu pertanyaan penilaian, pertanyaan yang dimiliki
siswa, penilaian instan,sampel perwakilan dan lain-lain.
3.
Strategi
pelibatan langsung, yaitu berbagi pengetahuan secara aktif, bertukar pendapat.
4.
Belajar
dalam satu kelas penuh, pengajaran yang sinergis dan terarah
5.
Menstimulasi
diskusi kelas
6.
Pengajuan
pertanyaan
7.
Belajar
bersama, yaitu mencari informas dalam kelompok belajar
8.
Pengajaran
sesama siswa, bertukar kelompok, belajar ala permainan jigsaw
9.
Belajar
secara mandiri, yaitu belajar sambil bertindak
10. Belajar yang
efektif, yaitu mengetahui yang sebenarnya
11. Pengembangan
keterampilan
12. Penerapan model
pembelajaran kooperatif (STAD, Jigsaw, GI, membuat pasangan, TGT, dan model
struktural)
13. Penerapan PBM
(Pembelajaran Berbasis Masalah)
Lesson Study
Meliputi 3 bagian
kegiatan, yaitu perencanaan, implementasi dan refleksi. Untuk melibatkan pihak
luar, misalnya para ahli yang diperlukan (lesson
study) bisa dilaksanakan dengan berbasiskan MGMP (bidang studi).
1.
Persiapan
Lesson study
Dimulai dengan melakukn identifikasi masalahpembelajaran yang meliputi
materi ajar, teaching materials (hands on), strategi pembelajaran dan
siapa yang akan berperan menjadi guru.
4.
Academic-ConstructiveControversy (AC)
Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pngmbangan kualitas
pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antar pribadi,
kesehatan psikis dan keselarasan.
5.
Jigsaw Procedures (JP)
Dalam pembelajaran ini anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda
tentang suatu pokok bahasan.
6.
Model Student Team Achievment Division (STAD)
Fokusnya adalah keberhasilan seseorang akan berpengaruh terhadap
keberhasilan kelompok maupun sebaliknya, keberhasilan kelompok akan berpengaruh
terhadap keberhasilan individu siswa.
7.
Complex Instruction (CI)
Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua angota kelompok
terhadap pokok bahasan.
8.
Team Accelerated instruction (TAI)
Bentuk pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif
dan pembelajaran individu. Setiap tugas yang diberikan disusun berdasarkan
tingkat kesukara. Penilaian didasarkan pada hasil belajar individu maupun
kelompok.
9.
Cooperative learning Structures (CLS)
Dalam pembelajaran ini siswa dibentuk berpasangan, ada yang bertinak
sebagai tutor (yang mengajukan pertanyaan) dan sebagai tutte (yang menjawab
pertanyaan). Setelah waktu yang ditentukan, siswa berganti peran dengan
pasangannya.
10. Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC)
Model pembelajaran ini mirip dengan TAI. Model pembelajaran ini menekanan
pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa.
2.)
Media
Pembelajaran
A. Pengertian
Media
Kata
media berasal dari bahasa latin medius yang
secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Dalam bahasa
Arab, media adalah perantara ( Wasaa’il )
atau atau pengantar pesan dari pengirim keppada penerima pesan. Gerlach
& Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar
adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam pengertian ini,
guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus,
pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai
alat-alat grafis , photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan
menyusun kembali informasi visual atau verbal.
AECT
( Association of Education and
Communication Technology, 1997 ) memberi batasan tentang media sebagai
segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau
informasi. Di samping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang
sering diganti dengan kata mediator menurut
Fleming (1987:234) adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua
pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator
media menunjukan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif
antara dua pihak uatama dalam proses belajar-siswa dan isi pembelajaran.
Berdasarkan
uraian di atas tentang pengertian media itu sendiri.Media pembelajaran dapat dipahami
sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari
sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di
mana penerimanya dapat dapat melakukan proses belajar secara efisien dan
efektif.
B. Fungsi
Media Pembelajaran
Fungsi
utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut
mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan
oleh guru. Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam
proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa
pengaruh –pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran
pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses
pembelajaran dan penyampian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Selain
membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membatu
siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya,
memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.
Levie
& Lentz ( 1982 ) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya
media visual, yaitu (a) fungsi atensi, (b) fungsi afektif, (c) fungsi kognitif,
dan (d) fungsi kompensatoris.
(a) Fungsi
Atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarah perhatian siswa
untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual
yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Media gambar , khususnya
gambar yang diproyeksikan melalui overhead projector dapat memenangkan dan
mengarahkan perhatian mereka kepada pelajaran yang akan mereka terima. Dengan
demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan menginat isi pembelajaran semakin
besar.
(b) Fungsi Afektif media visual dapat terlihat dari tingkat
kenikmatan sisiwa ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar atau
lambang visual data menggugah emosi dan sikap siswa.
(c) Fungsi
Kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan
bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami
dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. Semakina
banyak siswa dihadapkan pada objek-objek akan semakin banyak ula pemikiran dan
gagasan yang dimilikinya, atau semakin kaya dan luas alam pikiran kognitifnya.
(d) Fungsi
Kopensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media
visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah
dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingat
kembali. Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk mengakomondasikan
siswa yang lemah dan lamat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan
dengan teks atau disajikan secara verbal.
C. Penggunaan
Media
Salah
satu ciri medida pembelajaran adalah bahwa media mengandung dan membawa pesan
atau informasi kepada penerima yaitu siswa. Sebagian media dapat mengolah pesan
dan respons siswa sehingga media itu sering disebut media interaktif. Pesan dan
informasi yang dibawa oleh media bisa berupa pesan yang sederhana dan bisa pula
pesan yang amat kompleks. Akan tetapi, yang terpenting adalah media itu
disiapkan guna memenuhi kebutuhan belajar siswa dan kemampuan sisiwa serta
siswa data berpartisipasi dalam proses belajar mengajar berlangsung. Oleh
karena itu, erlu dirancang dan dikembangkan lingkungan embelajaran yang
interaktif yang dapat memenuhi kebutuhan belajar perorangan dengan menyiapkan
kegiatan pembelajaran dengan medianya yang efektif guna menjamin terjadinya
pembelajaran.
Berikut ini akan
diuraikan prinsip-prinsip penggunaan dan pengembangan media ppembelajaran.
Media pembelajaran yang akan dibahas tersebut akan mengikuti taksonomi Leshin,
dkk (1992) yaitu media berbasis manusia, media berbasis cetakan, media berbasis
visual, media berbasis audio-visual dan media berbasis komputer.
1. Media
Berbasis Manusia
Media berbasis manusia merupakan
media tertua yang digunakan untuk mengirimkan dan mengkomunikasikan pesan atau
informasi. Salah satu contoh yang terkenal adalah gaya tutorial Socrates.
Media berbasis manusia mengajukan
dua teknik yang efektif, yaitu rancangan yang berpusat pada masalah dan
bertanya ala Socrates. Rancangan pembelajaran yang berpusat pada masalah
dibangun berdasarkan masalah yang harus dipecahkan oleh pelajar.
Langkah-langkah rancangan jenis pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
a) Merumuskan
masalah yang relevan,
b) Mengidentifikasi
pengetahuan dan ketermpilan yang terkait untuk memecahkan masalah. Gunakan buku
teks dan ceramah sebagai sumber untuk menyajikan pengetahuan,
c) Ajarkan
mengapa pengetahuan itu penting dan bagaimana pengetahuan itu dapay diterapkan
untuk pemecahan masalah,
d) Tuntun
eksplorasi siswa. Sebagai seorang instruktur untuk pelajaran pemecahan masalah,
perannya adalah:
ü Membiarkan
eksplorasi siswa tak terintangi, partisipasi aktif, dan bertanya,
ü Membantu
siswa dalam menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan terdahulu,
ü Membantu
siswa membentuk dan menginternalisasi representasi masalah atau tugas,
ü Membantu
siswa mengidentifikasi persamaan antara masalah baru dan pengalaman yang lalu
yang berisikan maslah yang serua. Jaga agar pada awalnya analogi ini sederhana,
ü Berikan
umpan balik mengenai benar atau salahnya jalan pikiran dan jalur pemecahan
masalah,
ü Gunakan
representasi grafik masalah itu yang dihubungkan dengan uraian verbal.
e) Kembangkan
masalah dalam konteks yang beragam dengan tahap tingkatan kerumitan,
f) Nilai
pengetahuan siswa dengan memberikan masalah baru untuk dipecahkan.
Meskipun ada hakikatnya ppelajaran yang
berpusat pada masalah sejalan dengan teknik pertannyaan ala Socrates (karena
pelajaran berpusat pada masalah dimulai dengan mengajukan pertanyaan), teknik
pertanyaan lain dapat digunakan untuk menggugah ikiran siswa dan mendorongnya
untuk berpikir. Pertanyaan dapat diajukan bukan hanya dari guru tetapi dapat
juga dari siswa, yang terpenting adalahmemberikan kesempatan kepada siswa agar
pikirannyadapat berkembang melalui penyelidikan kognituf. Penekanan
teknikbertanya ala Socrates adalan penjelasan konsep-konsep dan gagasan-gagasan
melalui menggunakan pertanyaan-pertanyaan pancingan.
Langkah-langkah
teknik pembelajaran Socrates adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi
pertanyaan heuristik yang meminta siswa
berbagi , menganalisis, mengevaluasi, dan mensistensis pekerjaan/ tugas mereka,
misalnya:
ü Bagaimana
cara mengubah sikap nekatif personalia di jurusan kita?
ü Bagaimana
tim pekerjaan mandiri dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil belajar?
ü Mengapa
jarang sekali siswa bercita-cita untuk berprofesi di bidang pendidikan atau keguruan?
b. Pelajaran
mungkin bisa dimulai dengan diskusi dalam kelompok besar sebagai pembahasan
eksplorasi. Kemudian dapat dikelompokan ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk
mendalami isu dan gagasan-gagasan yang muncul pada pembahasan kelompok besar.
c. Menentukan
apakah siswa harus belajar atau bekerja bersama-sama dalam kelompok,
perorangan, seorang demi seorang , atau secara bebas.
Salah satu faktor penting dalam
pembelajaran dengan media berbasis manusia ialah rancangan pelajaran yang
interaktif. Dengan adanya manusia sebagai pemeran utama dalam proses belajar
maka kesempatan interaksi semakin terbuka lebar. Pelajaran interaktif yang
terstruktur dengan baik bukan hanya lebih menarik tetapi juga memberikan
kesempatan untuk percobaan mental dan pemecahan masalah yang kreatif. Di
samping itu, pelajaran interaktif mendoring partisipasi siswa dan jika
digunakan dengan baik dapat mempertinggi hasil belajar dan pengalihan
pengetahuan. Sebagai penuntun untuk mengembangkan pembelajaran yang interaktif dikemukakan langkah-langkah
berikut:
a. Mengidentifikasi
pokok bahasan pembelajaran,
b. Mengembangkan
sajian pembelajaran yang mencakup semua informasi yang diharapkan siswa harus
kuasai,
c. Membaca
atau mengamati keseluruhan penyajian dan menentukan di mana dialog-dialog interaktif
dapat digabung dan disisipkan,
d. Menetapkan
jenis informasi yang diinginkan dari siswa, kembangkan pertanyaan atau strategi
lain yang memerlukan keikutsertakan siswa menganalisis, mensitesis,
mengevaluasi, atau membuat keputuasan.
e. Menentukan
pesan-pesan apa yang ingin disampaikan dengan kegiatan interaktif.
f. Menentukan
butir-butir diskusi penting; butir-butir penting ini dapat disajikan setelah
melibatkan siswa dalam diskusi ataupun kegiatan strategis lainnya.
Beberapa cara yang dapat digunakan
sebagai enarik perhatian adalah: (a) memulai pembelajaran dengan memusatkan
pada aplikasi isi berbagai isu yang relevan dengan siswa-bagaimana siswa akan
menggunakan atau menerapkan informasi baru ini, (b) menginformasikan kepada
siswa aa yang diharapkan mereka dapat kerjakan,
(c) memulai dengan mengajukan pertanyaan atau mengajuakan masalah yang
memusatkan perhatian terhadap informasiyang harus dipelajari oleh siswa.
Pembelajaran interaktif dapat
diralisasikan dalam beberapa bentuk. Berikut ini dikemukakan beberapa jenis pembelajaran interaktif :
a. Pembelajaran
partisipatori, yaitu jenis pembelajaran yang pada awal pembelajaran diawali
dengan sesi curah pendapat dari semua siswa. Guru kemudian mengklompokan ,
mengevaluasi, membahashasil curah pendapat itu bersama dengan siswa.
b. Pembelajaran
main peran, dimulai dengan main peran yang diberi tahapan dengan pelaku yang
terdiri atas siswa yang sukarela. Setelah bermain peran, butir-butir informasi
penting dibahas dan akhirnya disimpulkan.
c. Pembelajaran
kuis tim, dimulai dengan mengemukakan bahwa akan ada kuis pada akhir pelajaran. Siswa dibagi ke dalam
kelompok yang bersaing mengumpulkan angka berdasarkan jumlah jawaban yang
benar. Teknik bukan saja meriah tetapi juga membantu menarik perhatian siswa.
Siswa akan lebih berkonsentrasi ketika mereka mengetahui bahwa mereka akan
ditanya, dan mereka berusaha untuk yang terbaik bagi timnya.
d. Pembelajaran
kooperatif, menciptakan tim-tim atau kelompok-kelompok yang bertanggung jawab
untuk saling mengajar pengetahuan atau keterampilan khusus. Secara
konseptual, siswa akan belajar lebih
baik dan lebih banyak jika mereka harus atau bertanggung jawab untuk
mengajarkan pesan atau informasi kepada yang lainnya.
e. Debat
terstruktur, amat bermanfaat apabila ada butir-butir informasi penting atau
pandangan yang berlawanan. Pertama-tama isu diuraikan kepada siswa. Siswa
kemudian ditujuk atau memilih posisi pada pandangan mereka sendiri. Setiap tim
mempersiapkan butir-butir yang mendukung ppandangan yang dibelanya. Kemudian
tim bergantian menyajikan posisi dan dukungan argumentasi timnya. Kegiatan ini
diikuti dengan pembahasan oleh guru mengenai isu yang diperdebatkan.
f. Pembelajaran
99 detik, merupakan rancangan pembelajaran yang membantu siswa memproses
informasi dengan membantu siswa mengorganisasikan secara singkat informasi ke
dalam penyajian yang tidak lebih dari 99 detik. Organisasi ringkas tersebut
memuat butir-butir penting keseluruhan informasi.
2. Media
Berbasis Cetakan
Materi pembelajaran berbasis
cetakan yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku penuntun, jurnal,
majalah, dan lembaran lepas. Teks berbasis cetakan menuntut enam elemen yang
perlu diperhatikan pada saat merancang, yaitu konsistensi, format, organisasi,
daya tarik, ukuran huruf, dan penggunaan spasi kosong.
Konsistensi
a. Gunakan
konsistensi format dari halaman ke halaman. Usahakan agar tidak menggabungkan
cetakan huruf dan ukuran huruf.
b. Usahakan
untuk konsistensi dalam jarak spasi. Jarak antara judul dan baris pertama serta
garis samping supaya sama, dan antara judul dan teks utama. Spasi yang tidak
sama sering dianggap buruk, tidak rapih dan oleh karena itu tidak
memerlukan perhatian sungguh-sungguh.
Format
a. Jika
paragraf panjang sering digunakan, wajah satu kolom lebih sesuai; sebaliknya,
jika paragraph tulisan pendek-pendek, wajah dua kolom akan lebih sesuai.
b. Isi
yang berbeda supaya dipisahkan dan dilabel secara visual.
c. Taktik
dan strategi pembelajaran yang berbeda sebaiknya dipisahkan dan dilabel secara
visual.
Organisasi
a. Upayakan
untuk selalu menginformasikan siswa/pembaca mengenai di mana mereka atau sejauh mana mereka dalam teks
itu. Siswa harus mampu melihat sepintas bagian atau bab berapa mereka baca.
Jika memungkinkan siapakan piranti yang memberikan orientasi kepaada siswa
tentang posisinya dalam teks secara keseluruhan.
b. Susunlah
teks sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh.
c. Kotak-kotak
dapat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian dari teks.
Daya Tarik
Perkenalkan
setiap bab atau bagian baru dengan cara yang berbeda. Ini diharapkan dapat memotivasi
siswa untuk membaca terus.
Ukuran
Huruf
a. Pilihlah
ukuran yang sesuai dengan siswa, pesan dan lingkungannya. Ukuran huruf biasanya
dalam oint per inci. Misalnya, ukuran 24 poin per inci. Ukuran huruf yang baik
untuk teks (buku teks ataubuku penuntun) adalah 12 poin.
b. Hindari
penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks karena dapat membuat proses membaca
itu sulit.
Ruang
(spasi) Kosong
a. Gunakan
spasi kosong lowong tak berisi teks atau gambar untuk menambah kontras. Hal ini
penting untuk memberikan kesempatan siswa/pembaca untuk beristirahat pada
titik-titik tertentu pada saat matanya bergerak menyusuri teks. Ruang kosong
dapat berbentuk:
1. Ruangan
sekitar judul,
a. Batas
tepi, batas tepi yang luas memaksa perhatian siswa/pembaca untuk masuk ke
tengah-tengah halaman,
2. Spasi
antar-kolom; semakin lebar kolomnya, semakin luas spasi di antaranya,
3. Permulaan
paragraf diidentasi,
4. Penyesuaian
spasi antar baris atau antar paragraph,
5. Sesuaikan
spasi antarbaris untuk meningkatkan tampilan dan tingkatan keterbacaan,
6. Tambahkan
spasi antarparagraf untuk meningkatkan tingkat keterbacaan.
Pembelajaran berbasis teks yang
interaktif mulai popular pada tahun 1960-an dengan istilah pembelajaran
terprogram (programmed instruction)
yang merupakan materi untuk belajar mandiri. Dengan format ini, pada setiap
unit kecil informasi disajikan dan respons siswa diminta baik dengan cara
menjawab pertanyaan atau berpartisipasi dalam kegiatan latihan. Jawaban yang
benar diberikan setelah siswa menjawab.
Beberapa cara yang digunakan untuk
menarik perhatiann pada media berbasis teks adalah warna, huruf, dan kotak.
Warna digunakan sebagai alat penuntun dan penarik perhatian kepada informasi
yang penting, misalnya kata kunci dapat diberi tekanan dengan cetakan warna
merah. Selanjutnyaa, huruf yang dicetak tebal atau dicetak miring memberikan
penekanan pada kata-kata kunci atau judul. Informasi penting dapat pula diberi
tekanan dengan menggunakan kotak. Penggunaan garis bawah sebagai alat penuntun
sedapat mungkin dihindari karena membuat
kata itu sulit dibaca.
3. Media
Berbasis Visual
Media berbasis visual ( image atau
perumpamaaan) memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar. Media
visual dapat memperlancar pemahaman ( misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi ) dan memperkuat
ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan
hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif,
visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus harus
berinteraksi dengan visual (image) itu untuk menyakinkan terjadinya proses
informasi.
Bentuk visual bisa berupa (a) gambar representasi seperti gamabar,
lukisan atau foto yang menunjukkan bagaimana tampaknya sesuatu benda; (b) diagram yang melukiskan
hubungan-hubungan konsep, organisasi, dan struktur isi materi; (c) peta yang menunjukan hubungan-hubungan
ruang antara unsur-unsur dalam isi materi; (d) grafik seperti table, grafik, dan chart (bagan) yang menyajikan
gambaran/ kecenderungan data atau antar hubungan seperangkat gambar atau
angka-angka.
4. Media
Berbasis Audio-Visual
Media visual yang menggabungkan
penggunaan suara memerlukan pekerjaan tambahan untuk memproduksinya. Salah satu
pekerjaan penting yang diperlukan dalam media audio-visual adalah penulisan
naskah dan storyboard yang memerlukan persiapan yang banyak, rancangan, dan
penelitian.
Naskah menjadi bahan narasi
disaring dari isi pelajaran yang kemudian disintesis ke dalam apa yang ingin
ditunjukan dan dikatakan. Narasi ini merupakan penuntun bagi tim produksi untuk
memikirkan bagaimana video menggambarakan atau visualisasi materi pelajaran.
Hal ini diikuti dengan jalinan logis keseluruhan program yang dapat membangun
rasa berkelanjut sambung- menyambung dan kemudian menuntun progam kepada kesimpulan atau rangkuman.
Kontinuitas program dapat dikembangkan melalui penggunaan cerita atau permasalahan
yang memerlukan pemecahan.
5. Media
Berbasis Komputer
Dewasa ini computer memiliki fungsi
yang berbeda-beda dalam bidang pendidikan dan latihan. Komputer berperan
sebagai manager dalam proses pembelajaran yang dikenal dengan nama Computer-Managed Instruction (CMI). Ada pula peran computer sebagai
pembantu tambahan dalam belajar ;pemanfaatannya meliputi penyajian informasi
isi materi pelajaran, latihan, atau kedua-duanya. Modus ini dikenal sebagai
Computer-Assisted Instruction (CAI). CAI mendukung pembelajaran dan pelatihan
akan tetapi ia bukanlah penyampai utama materi pelajaran. Komputer dapat
menyajikan informasi dan tahapan pembelajaran lainnya disampaikan bukan dengan
media komputer.
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran
secara umum mengikuti proses intruksional sebagai berukut:
a) Merencanakan,
mengatur dan mengorganisasikan dan menjadwalkan pengajaran;
b) Mengevaluasi
siswa (tes)
c) Mengumpulkan
data mengenai siswa;
d) Melakukan
analisis statistic mengenai data pembelajaran;
e) Membuat
catatan perkembangan pemebelajaran (kelompok atau perseorangan).
Format
penyajian dan informasi dalam CAI terdiri atas sebagai berikut:
a) Tutorial
terprogram, adalah seperangkat tayangan baik statis maupun dinamis yang telah
lebih dahulu diprogramkan. Secara berurut, seperangkat kecil informasi
ditayangkan yang diikuti dengan pertanyaan. Jawaban siswa dianalisis oleh
komputer (dibandingkan dengan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah
deprogram oleh guru/perancang), dan berdasarkan hasil analisis itu umpan balik
yang sesuai. Urutan linear dan urutan bercabang digunakan. Penetapan kapan
bercabang dimaksudkan untuk penyajian materi pelajaran tambahan berdasarkan
hasil analisis perkembangan siswa setelah menyelesaikan beberapa latihan dan
tugas. Semakin banyak alternative cabang yang tersedia, semakin luwes program
tersebut menyesuaikan dengan individual siswa. Media tambahan lain biasanya
digabungkan untuk format tutorial terprogram, seperti tugas-tugas bacaan
berbasis cetak, kegiatan kelompok, percobaan laboratorium, kegiatan latihan,
simulasi, dan interaktif dengan videodisc. Manfaat tutorial terprogram akan
tampak jika menggunakan kemampuan teknologi computer untuk bercabang dan
interaktif.
b) Tutorial
intelijen, berbeda dari tutorial terprogram karena jawaban komputer terhadap
pertanyaan siswa dihasilkan oleh intelegensia artifisial, bukan jawaban
–jawaban yang terprogram yang terlebih
dahulu disiapkan oleh perancang pelajaran. Dengan demikian , ada dialog
dari waktu ke waktu antara siswa dan kom data bertanya atauuputer. Baik siswa
maupun komputer.
c) Drill
and practice, digunakan dengan asumsi bahwa suatu konsep, aturan atau kaidah,
atau prosedur telah diajarkan kepada siswa. Program ini menuntun siswa dengan
serangkaian contoh untuk meningkatkan kemahiran menggunakan keterampilan.
d) Simulasi
pada komputer memberikan kesempatan untuk belajara secara dinamis, interaktif,
dan perorangan. Dengan simulasi,
pekerjaan yang kompleks dapat ditata hingga menyerupai dunia nyata.
Disamping prinsip-prinsip media berbasis cetak,
prinsip rancangan layar perlu mendapat perhatian untuk penggembangan media
berbasis komputer. Berikut adalah beberapa petunjuk untuk pewajahan teks media
berbasis komputer:
a. Layar
atau monitor komputer bukanlah halaman, tetapi penayangan yang dinamis yang
bergerak berubah dengan perlahan-lahan
b. Layar
tidak boleh terlalu padat-bagi dalam beberapa tayangan, atau mulailah dengan
sederhana dan pelan-pelan, dan tambahkan hingga mencapai tahapan kompleksitas
yang diinginkan.
c. Pilihlah
jenis huruf normal, tak berhias-gunakan huruf kapital dan huruf kecil, tidak
menggunakan huruf kapital semua.
d. Gunakan
antara tujuh sampai sepuluh kata per baris karena lebih mudah membaca kalimat
pendek dari pada kalimat panjang.
e. Tidak
memenggal kata pada akhir baris, tidak memulai paragraph pada baris terakhir
dalam satu layar tayangan, tidak mengakhiri paragraph pada baris pertama layar
tayangan, dan meluruskan baris kalimat pada sebelah kiri;namun, di sebelah kanan
lebih baik tidak lurus karena lebih mudah membacanya.
f. Jarak
dua spasi disarankan untuk tingkat keterbacaan yang lebih baik.
g. Pilih
karakter huruf tertentu untuk judul dan kata kunci, misalnya:
-
Cetak tebak
-
Garis bawah
-
Cetak miring
h. Teks
diberi kotak apabila teks itu berada bersama-sama dengan grafik atau
representasi visual lainnya pada layar tayangan yang sama.
i.
Konsisten dengan gaya dan format yang
dipilih.
6. Pemanfaatan
perpustakaan sebagai sumber belajar
Dalam dua dekade terakhir ini
perpustakaan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sekolah. Hampir
di setiap sekolah mulai dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi terdapat
perpustakaan. Bahkan unit-unit perpustakaan keliling ( mobile library) dari
dapertemen pendidikan dan kebudayaan tersedia di kota-kota besar guna melayani
kebutuhan para pelajar.
Perpustakaan merupakan pusat sarana
akademis. Perpustakaan menyediakan bahan-bahan pustaka berupa barang cetakan
seperti buku, majalah, jurnal ilmiah, peta, surat kabar, karya-karyailmiah
berupa monograf yang belum diterbitkan, serta bahan-bahan non cetakan seperti mikro-fish, mikro-film, foto-foto, film,
kaset audio/video, lagu-lagu dalam piringan hitam atau DVD atau falshdisk,
rekaman documenter dan lain-lain. Oleh karena itu, perpustakaan dapat
dimanfaatkan oleh pelajar, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya untuk
memeproleh informasi dalam berbagai bidang keilmuan baik untuk tujuan akademis
maupun untuk rekreasi. Bahan-bahan yang tersedia itu dapat dikelompokan ke
dalam jenis (1) referensi, (2) reserve, (3) pinjaman.
1.)
Evaluasi
Pembelajaran
1. Konsep dasar evaluasi
a. Arti
Evaluasi, Penilaian, dan Pengukuran
Dalam
sistem pembelajaran, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap
yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil
yang diperoleh dari evaluasi dapat dijadikan balikan bagi guru dalam
memperbaiki dan menympurnakan program dan kegiatan pembelajaran. Ada beberapa
istilah yang sering disalahartikan dan disalahgunakan dalam praktik evaluasi,
yaitu tes, pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Secara konsepsional
istilah-istilah tersbut berbeda satu sama lain, tetapi mempunyai hubungan yang
sangat erat. Istilah “tes” berasal dari bahasa latin “testum” yang berarti
sebuah piring atau jambangan dari tanah liat. Istilah tes ini kemudian
dipergunakan dalam lapangan psikologi dan slanjutnya hanya dibatasi sampai
metode psikologi, yaitu suatu cara untuk menyelidiki seseorang. Penyelidikan
tersebut dilakukan mulai dari pemberian
suatu tugas kepada seseorang atau untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu.
Gilbert Sax (1980) mengemukakan “ a test
may be de fined as a task or series of task used to obtain systematic
observations presumed to be representative of education or psychological traits
or at tributes”. Dalam pengertian ini, Sax lebih menekankan tes sebagai
suatu tugas atau rangkaian tugas.
Sementara itu, S. Hamid Hasan (1998) menjelaskan
“tes adalah alat pengumpulan data yang dirancang secara khusus. Selanjutnya,
Cony Setiawan S. (1986) mengemukan tes adalah” … alat pengukur untuk menetapkan
apakah berbagai faset dari kesan yang kita perkirakan dari seseorang adalah
benar merupakan fakta, juga adalah mungkin”. Dari beberapa pendapat di atas,
dapat dikemukakan bahwa ada pada hakikatnya tes adalah auatu alat yang berisi
suatu alat yang berisi serangkaian tugas
yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta
didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Dengan demikian, fungsi tes
adalah sebagai alat ukur dengan aspek erilaku yang hendak diukur adalah tingkat
kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran yang telah
disampaikan. Ahmann dan Glock dalam S. Hamid Hasan (1988) menjelaskan “in the last analysis measurement is only a
pasrt, although a very substansial part of evaluation. It provides information
upon which an evaluation can be based … Educational measurement is the process
that attemps to obtain a quantified represantion of the degree to which a trait
is possessed by a pupil”.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pengukuran
yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bahwa pengukuran adalah suatu
proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu. Kata “sesuatu” bisa
berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, white board, dan
sebagainya. Dalam proses pengukuran, tentu guru harus menggunakan alat ukur
(tes atau non-tes).
Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah
assessment, bukan dari istilah evaluation. Depikbud (1994) mengemukakan
“penilaian adalah suatu kegiatan untuk memberikan berbagai informasi secara
berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang telah dicapai
siswa.
Gronlund mengartikan “Penilaian adalah susatu proses
yang sistematis dari pengumpulan, analisis dan interpretasi informasi atau data
untuk menentukan sejauh mana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran.”
b. Prinsip-prinsip
Umum Evaluasi
1. Kontinuitas
Evaluasi tidak boleh
dilakukan secara incidental. Maksudnya hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu
waktu harus dihubungkan dengan hasil pada waktu sebelumnya, sehingga diperoleh
gambaran tentang perkembangan peserta didik.
2. Komprehensif
Maksudnya, dalam
mengevaluasi suatu objek, guru harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan
evaluasi.
3. Adil
dan Objektif
4. Kooperatif
Dalam evaluasi, guru
hendaknya bekerjasama dengan semua pihak.
5. Praktis
Yang berarti mudah
digunakan baik oleh guru itu sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang
lain, yang akan menggunakan alat tersebut.
c. Jenis-jenis
Evaluasi Pembelajaran
1. Evaluasi
perencanaan dan pengembangan
Dalam evaluasi ini
sasarannya utamanya adalah memberikan bantuan tahap awal dalam penyusunan
program pembelajaran. Persoalan yang disoroti menyangkut tentang kelayakan dan
kebutuhan. Hasil evaluasi ini dapat menunjukkan kemungkinan implementasi
program dan tercapainya keberhasilan program pembelajaran.
2. Evaluasi
monitoring
Dimaksudkan untuk
memeriksa apakah program pembelajaran mencapai sasaran secara efektif dan
terlaksana sebagaimana mestinya. Hasil evaluasi ini efektif untuk mengetahui
kemungkinan pemborosan sumber dan waktu pelaksanaan pembelajaran.
3. Evaluasi
dampak
Dimaksudkan untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh suatu program pembelajaran. Dampak
tersebut dapat diukur berdasarkan kriteria keberhasilan sebagai indikator
ketercapaian tujuan program pembelajaran.
4. Evaluasi
efisiensi ekonomis
Dimaksudkan untuk
menilai tingkat efisiensi pelaksanaan program pembelajaran dan juga diperlukan
perbandingan antara jumlah biaya, tenaga, dan waktu yang diperlukan dalam suatu
program pembelajaran dengan program lainnya yang memiliki tujuan yang sama.
5. Evaluasi
program komprehensif
Dimaksudkan untuk menilai program
pembelajaran secara menyeluruhseperti perencanaan program, pelaksanaan program,
monitoring pelaksanaan, dampak program, tingkat keefektifan dan efisiensi.
Dalam perspektif kurikulum, evaluasi
sendiri dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu evaluasi reflektif, rencana, proses
dan hasil (S. Hamid Hasan, 1988).
1. Evaluasi
reflektif
Adalah evaluasi yang
mengkaji tentang ide yang dikembangkan dan dijadikan landasan bagi kurikulum.
2. Evaluasi
rencana
3. Evaluasi
proses
Disebut juga evaluasi
implementasi kurikulum. Evaluasi ini lebih banyak mencurahkan perhatiannya
terhadap dimensi kurikulum sebagai kegiatan termasuk faktor yang
mempengaruhinya, seperti kepala sekolah, guru, peserta didik, orang tua, saran
dan prasarana, sistem supervise dan monitoring, lingkungan, dsb.
4. Evaluasi
hasil
Merupakan evaluasi kurikulum yang
paling tua. Dalam evaluasi ini bukan hanya berkenaan dengan domain pengetahuan
tetapi juga domain keterampilan san sikap.
Penilaian proses dan hasil belajar
dibagi menjadi 4 jenis yaitu :
1. Penilaian
formatif
Penilaian yang
dimaksudkan untuk memantau kemajuan belajar peserta didik selama proses belajar
berlangsung serta untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang memerlukan
perbaikan. Jadi, penilaian formatif adalah penilaian hasil belajar dari
kesatuan-kesatuan kecil kecil materi pelajaran.
Tujuan utama dari
penilaian ini adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran.dan adapun manfaat
dari penilaian formatif tersebut adalah :
a) Manfaat
bagi guru
·
Guru mengetahui sejauh mana bahan
pelajaran yang dikuasai oleh peserta didik.
·
Guru dapat memprakirakan hasil penilaian
sumatif.
Penilaian sumatif
sendiri adalah penilaian hasil belajar dari keseluruhan materi yang sudah
disampaikan
b) Manfaat
bagi siswa
·
Dalam belajar berkelanjutan, peserta
didik harus mengetahui susunan tingkat bahan pelajaran
·
Peserta didik akan mengetahui butir soal
mana yang betul-betul dikuasai dan mana yang belum dikuasai.
2. Penilaian
sumatif
Penilaian sumatif
berarti penilaian yang dilakukan jika satuan pengalaman belajar atau seluruh
materi pelajaran dianggap telah selesai. Penilaian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah peserta didik sudah dapat menguasai standar kompetensi yang
telah ditetapkan atau belum.
Tujuan penilaian ini
adalah untuk mennetukan nilai berdasarkan tingkatan hasil belajar peserta didik
yang selanjutnya dipakai sebagai angka rapor. Fungsi utama penilaian sumatif :
·
Untuk menentukan nilai akhir peserta
didik dala periode tertentu
·
Untuk memberikan keterangan tentang
kecakapan atau keterampilan peserta didik dalam periode tertentu
·
Untuk memprakirakan berhasil tidaknya
peserta didik dalam pelajaran berikutnya yang lebih tinggi
3. Penilaian
penempatan
Penilaian yang dibuat
sebagai pra tes yang dimana bertujuan untuk mengetahui apakah peserta didik
telah memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program
pembelajaran dan sejauh mana peserta didik telah menguasai kompetensi dasar
sebagaimana yang tercantum dalam silabus dan RPP.
4. Penilaian
diagnostik
Penilaian yang
dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik berdasarkan hasil
penilaian formatif sebelumnya. Penilaian ini memerlukan sejumlah soal untuk
satu bidang yang diperkirakan merupakan kesulitan bagi ppeserta didik. Soal
tersebut bervariasi dan difokuskan pada kesulitan.
2.
Karakteristik,
Model dan Pendekatan Evaluasi Pembelajaran
Mengingat begitu pentingnya suatu instrumen harus
memiliki syarat-syarat tertentu sekaligus menunjukkan karakteristik instrumen.
Instrumen yang baik adalah dapat memberikan data yang akurat sesuai dengan
fungsinya, dan hanya mengukur sampel perilaku tertentu. Adapun karakteristik
instrumen evaluasi yang baik adalah valid, reliabel, relevan, representatif,
praktis, deskriminatif, spesifik, proporsional
a. Karakteristik
Instrumen Evaluasi
1. Valid,
artinya benar-benar mengukur apa yang hendak diukur.
2. Reliabel,
artinya instrumen evaluasi memiliki hasil yang taat asas.
3. Relevan,
artinya instrument yang digunakan harus sesuai dengan standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator yang telat ditetapkan.
4. Representatif,
artinya materi instrumen harus betul-betul mewakili seluruh materi yang
disampaikan.
5. Praktis,
artinya mudah digunakan. Jika instrumen suda memenhi syarat tetapi sukar
digunakan, berarti tidak praktis. Kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari
teknik penyusunan instrumen tetapi juga bagi oranglain yang ingin menggunakan
instrument tersebut.
6. Deskriminatif,
artinya instrumen harus disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menunjukkan
perbedaan-perbedaan yang sekecil apapun. Semakin baik suatu instrumen, maka
semakin mampu instrumen tersebut menunjukkan perbedaan secara teliti.
7. Spesifik,
artinya instrumen disusun dan digunakan khusus untuk objek yang dievaluasi.
8. Proporsional,
artinya suatu isntrumen harus memiliki tingkat kesulitan yang sesuai antara
mudah, sedang, sulit.
b. Model-model
Evaluasi
Adapun
model-model evaluasi adalah sebagai berikut :
1. Model
Tyler
Nama model ini diambil
dari nama pengembangnya yakni Tyler. Model ini dibangun atas dua dasar
pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan pada tingkah laku peserta didik. Kedua,
evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum dan
sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Model Tyler ini disebut juga model black box karena sangat menekankan
adanya tes awal dan tes akhir serta tidak memperhatikan proses yang ada di
dalamnya.
2. Model
yang Berorientasi pada Tujuan
Model yang bertujuan
membantu pendidik dalam merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antara
tujuan dan kegiatan. Hasil evaluasi ini akan menggambarkan tingkat keberhasilan
tujuan program pembelajaran berdasarkan kriteria program tertentu. Kelebihan
dari model ini terletak pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan
menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam program pembelajaran.
Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi
konsekuensi yang tidak diharapkan.
3. Model
Pengukuran
Model ini banyak mengemukakan
pemikiran dari R. Thorndike dan R.L. Ebel. Model ini sangat menitikberatkan
pada kegiatan pengukuran. Pengukuran ini digunakan untuk menentukan kuantitas
suatu sifat tertentu yang dimiliki objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk
unit ukuran tertentu. Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku
peserta didik, hasil belajar, pembawaan, sikap, minat, bakat, dan aspek
kepribadian peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk keperluan seleksi
peserta diidk, bimbingan dan perencanaan pendidikan. Instrument yang digunakan
umumnya adalah tes tertulis dalam bentuk tes objektif yang dibakukan.
4. Model
Kesesuaian
Tokoh dalam model
pembelajaran ini adalah Ralph W.Tyler, John B.Carrol dan Lee J.Cronbach. Model
yang melihat keseuaian antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai
dan nanti hasilnya digunakan untuk menyempurnakan sistem bimbingan peserta
didik dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan. Objek
dalam evaluasi ini adalah tingkah laku peserta didik (perubahan tingkah laku)
pada akhir kegiatan pendidikan baik menyangkut aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor. Jadi teknik evaluasi yang digunakan yaitu tes dan non-tes.
5. Educational
system Evalu Ation Model
Tokoh model ini yaitu
Daniel L. Stufflebean, Michael Scriven, Robert E. Stake, dan Malcolm M. Provus.
Model ini membandingkan penampilan dari berbagai divisi dengan sejumlah
kriteria, baik yang bersifat mutlak atau intern maupun relative atau ekstern
serta menekankan sistem sebagai suatu keseluruhan dan merupakan penggabungan
dari berbagai model, seperti :
a. Model
Countenance dari Stake
b. Model
CIPP dan CDPP dari Stufflebean
c. Model
Sciven dari Scriven
d. Model
Provus dari Provus
e. Model
EPIC
f. Model
CEMREL
g. Model
Arkinson
6. Model
Alkin
Tokoh dari model ini
yaitu Marvin Alkin (1969). Dimana model ini untuk meyakinkan keputusan,
mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis
informasi. Sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih
alternative. Alkin mengemukakan 5 jenis evaluasi, yaitu :
a. Sistem
assessment,
b. Program
planning
c. Program
implementation
d. Program
improvement
e. Program
certification
7. Model
Brinkerhoff
Tokoh model ini yaitu
Robert O. Brinkerhoff (1987), mengemukakan ada tiga jenis evaluasi yang disusun
berdasarkan penggabungan elemen yang sama, yaitu :
a. Fixed
vs emergent Evaluation Design
b. Formative
vs Summative Evaluation
c. Design
eksperimental dan desain quasi eksperimental vs natural inquiri
8. Illuminative
Model
Tokoh pada model ini
yaitu, Malcolm Parlett dan Hamilton. Model ini menekankan pada evaluasi
kualitatif terbuka. Tujuan model evaluasi ini untuk mempelajari secara cermat
dan hati-hati terhadapa pelaksanaan sistem pembelejaran, faktor yang
mempengaruhi, kelebihan dan kekurangan sistem dan pengaruh sistem terhadap
pengalaman belajar peserta didik. Hasil evaluasi ini bersifat deskriptif dan
interpretasi. Objek evaluasi model ini mencakup latar belakang dan perkembangan
sistem pembelajaran, proses pelaksanaan sistem pembelajaran, hasil belajar
peserta didik, kesukaran yang dialami, efek dari sistem pembelajaran itu
sendiri.
9. Model
Responsif
Model ini bertujuan
untuk memahami semua komponen program pembelajaran melalui berbagai sudut
pandang yang berbeda. Instrument yang digunakan adalah observasi langsung
maupun tidak langsung. Langkah kegiatan evaluasi meliputi observasi, merekam
hasil wawancara, mengumpulkan data, mengecek pengetahuan awal peserta didik,
dan mengembangkan desain atau model. Kelebihan dari model ini adalah peka
terhadap berbagai pandangan dan kemampuan mengakomodasi pendapat yang ambisius
sert tidak fokus. Kekurangannya adalah sulit menentukan prioritas atau
penyederhanaan informasi, tidak memungkinkannya menampung semua sudut pandang
dan membutuhkan waktu dan tenaga.
Selain
itu ada 2 pendekatan evaluasi, antara lain :
1.
Pendekatan Tradisional
Pendekatan
yang berorientasi pada praktik evaluasi yang telah berjalan selama di sekolah
yang ditujukkan pada perkembangan aspek intelektual peserta didik.
2.
Pendektan Sistem
Sistem
sendiri adalah totalitas dari berbagai komponen yang saling berhubungan dan
ketergantungan. Pendekatan ini lebih difokuskan pada komponen evaluasi yang
meliputi komponen kebutuhan dan feasibility, komponen input, komponen proses,
komponen produk.
a) Penilaian
Acuan Patokan
Sering disebut juga
dengan penilaian norma absolut. Jika ingin menggunakan penilaian ini guru harus
membandingkan hasil yang diperoleh peserta didik dengan sebuah patokan atau
kriteria yang secara absolut atau mutlak yang telah ditetapkan guru.
b) Penilaian
Acuan Norma
Beda antara PAP dan PAN
adalah penggunaan tolak uur hasil atau skor sebagai pembanding. Pendekatan ni
membandingkan skor setiap peserta didik dengan teman satu kelasnya.
3.
Pengembangan Instumen Evaluasi Jenis Tes dan Non-Tes
1.
Evaluasi
Jenis Tes
Istilah “tes” berasal dai bahasa Prancis, yaitu “testum”,
berarti piring yang digunakan untuk memilih logam mulia dari benda-benda lain,
sepeti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Dalam pekembangannya tes diadopsi
dalam psikologi pendidikan. Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan
dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat
berbagai petanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas ynag harus dikerjakan
atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik.
A.
Pengembangan
Tes Bentuk Uraian
Tes
dalam bentuk uraian dapat digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar
yang sulit diukur oleh bentuk objektif. Disebut bentuk uraian, karena menuntut
peseta didik untuk menguraikan, mengorgaanisasikan dan menyataan jawaban dengan
kata-katanya sendiri. Bentuk uraian sering juga disebut bentuk subjektif karena
dalam pelaksanaannya sering dipengaruhi oleh faktor subjektivitas guru.
B.
Pengembangan
Tes Bentuk Objektif
Tes
objektif atau tes diktomi (dichotomously scored item) karena jawabannya
antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Siapapun yang mengoreksi jawaban tes objektif hasilnya akan
sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan pasti. Tes objektif menuntut
peserta didik untuk memilih jawaban yang benar diantara kemungkinan jawaban
yang lainnya. Tes objektif terdiri atas beberapa bentuk, seperi benar-salah,
pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi jawaban singkat.
C.
Pengembangan
Tes Lisan
Tes
lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan.
Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan menggunakan kata-katanya sendiri
sesuai pertanyaan yang diberikan.
D.
Pengembangan
Tes Perbuatan
Tes
yang menuntut jawaban peserta didik mellaui perilaku, tindakan, atau perbuatan
disebut tes perbuatan. Tes tindakan sebagai salah satu teknik evaluasi yang
banyak digunakan dalam hampir setiap mata pelajaran. Tes tindakan dapat
dilakukan secara berkelompok atau individual. Tes tindakan bermanfaat untuk
memperbaiki kemampuan perilaku peserta didik, karena secara objektif
kesalahan-kesalahan yang dibuat peserta didik dapat diamati dan diukur sehingga
menjadi dasar pertimbangan untuk praktik selanjutnya.
2.
Pengembangan
Intrumen Evaluasi Jenis Non-Tes
Perubahan sikap dan perilaku pada peserta didik hanya
dapat diukur dengan teknik non-tes.
Teknik non-tes dapat berupa wawancara, observasi, skala sikap, dan
lain-lain.
a.
Observasi
Suatu
proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, rasional mengenai
berbagai fenomena, baik dalam situasi sebenarnya maupun di dalam situasi buatan
untuk mencapat tujuan tertentu disesbut observasi. Dalam evaluasi pembelajaran,
observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik,
seperti tingkah laku pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan
lain-lain. Obsevasi juga dapat digunakan untuk menilai penampilan guru dalam
mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama peserta didik, hubungan guru
dengan peserta didik dan perilaku sosial lainnya.
b.
Wawancara
Wawancara
merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis non-tes yang dilakukan melalui
percakapan dan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Wawancara mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain (1)
dapat berkomunikasi secara langsung kepada peserta didik sehingga informasi
yang diperoleh dapat diketahui objektivitasnya (2) mempebaiki proses dan hasil
belajar (3) pelaksanann wawancara lebih fleksibel, dinamis, dan personal.
Kelemahan waancara adalah (1) jika jumlah peserta didik cuku banyak, maka
proses wawancara banyak menggunakan waktu (2) adakalanya terjadi wawanacara
ynag berlarut-larut tapa aah, sehingga
data kurang memenuhi apa yang diharapkan.
c.
Skala
Sikap
Kecenderungan
tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola
tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa
objek-objek tertentu disebut skala sikap.
d.
Daftar
Cek
Daftar
cek adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang aka diamati.
Manfaat pada daftar cek antara lain, membantu guru untuk mengingat-ingat apa
yang harus diamati, dan dapat memberikan informasi kepada stakeholder.
e.
Skala
Penilaian
Jika
daftar cek hanya menilai ada tidaknya variabel tingkah laku tertentu, maka pada
skala penilaian fenomena-fenomena yang akan dinilai itu disusun dalam
tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan.
Skala penilaian lebih jauh mengukur bagaimana intensitas gejala yang
ingin diukur.
f.
Angket
Angket
merupakan alat evaluasi untuk mengumpulkan dan mencatat data atau informasi,
pendapat, dan paham dalam hubungan kausal. Angket dilaksanakan secara tertulis.
Beberapa bentuk angket yaitu, angket berstruktur dan angket tak berstruktur.
g.
Studi
Kasus
Sudi
kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbigan, dna penelitian. Studi kasus
adalah studi yang mendalam dan koprehensif tentang peserta didik, kelas atau
sekolah yang memiliki kasus tertentu. Dalam melakukan studi kasus, guru harus
terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan
berbagai teknik dan alat pengumpul data. Data tersebut digunakan untuk membuat
diagnosis tetang kasus tersebut dan prognosis yang mungkin dilakukan.
h.
Catatan
Insidental
Catatan
insidental adalah catatan-catatan singkat tentnag peristiwa-perisiwa sepintas
yang dialami peserta didik secara perseorangan. Catatan ini merupakan pelengkap
dalam rangka penilaian guru terhadap peseta didiknya, terutama yang berkenaan
dengan tingkah laku peserta didik.
i.
Sosiometri
Suatu
prosedu untuk meangkum , menyusun sampai batas tertentu dapat mengkuantifikasi
pendapat-pendapat peserta didik tentang penerimaan teman sebayannya serta
hubungan diantara mereka disebur sosiometri.
j.
Inventori
Kepribadian
Inventori
kepribadian adalah jenis alat evaluasi dimana jawaban peserta didik tidak
memakai kriteria benar-salah. Semua jawaban peserta didik adalah benar selama
dia menyatakan jawaban yang sesungguhnya.
Walaupun demikian, dipergunakan pula skala-skala tertentu untuk
kuantifikasi jawaban sehingga dapat dibandingkan dengan kelompoknya.
Aspek-aspek kepribadian yang biasanya
dapat diketahui melalui inventori ii, seperti sikap, minat, sifat-sifat
kepemimpinana, dan dominasi.
k.
Teknik
Pemberian Penghargaan kepada Peserta Didik
Teknik
ini dianggap penting karena dianggap respons dan tindakan positif dari peserta
didik yang timbul sebagai akibat tindakan belajar, tetapi kurang mendapat
ehatian dan tanggapan yang serius dari guru-guru. Pemberian penghargaan kepada
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran betujuan untuk meningkatkan
perhatian, motivasi, semangat, dan kemudahan belajar, serta modifikasi tingkah
laku peserta didik yang kurang positif menjadi tingkah laku yang produktif.
Sehingga peserta didik menjad aktif dan roduktif belajarnya.
4. Pemanfaatan
Hasil Evaluasi
1.
Manfaat
Hasil Evaluasi
Masih banyak guru yang belum atau kurang memahami
pemanfaatan hasil evaluasi yang telah diperoleh. Sehingga hasil evaluasi banyak
dimanfaatkan hanya untuk menentukan kenaikan kelas dan mengisi buku rapor.
Untuk melihat pemandaatan hasil evaluasi, kita dapat meninjaunya dai berbagai
pihak yang membutuhkan, yaitu :
A. Bagi peserta didik, hasil evaluasi dapat dimanfaatkan
untuk :
a)
Membangkitkan
minat dan motivasi belajar
b)
Membentuk
sikap yang positif terhadap belajar dan pembelajaran
c)
Membantu
pemahaman peserta didik menjadi lebih baik
d)
Membantu
peseta didik dalam memilih metode belajar yang baik dan benar
e)
Mengetahui
kedudukan peserta didik dalam kelas
B. Bagi guru, hasil evaluasi dapat dimanfaatkan :
a)
Promosi
peserta didik, seperti kenaikan kelas atau kelulusan
b)
Mendiagnosis
pesera didik yang memiliki kelemahan atau kekurangan, baik secara perseorangan
maupun berkelompok
c)
Menentuka
pengelompokan dan penenempatan peserta didik berdasar prestasi masing-masing
d)
Feedback
dalam melakukan perbaikan terhadap sistem
pembelajaran
e)
Menyusun
laporan kepada oang untuk menelaskan pertumbuhan ataupun pekembangan peserta
didik
f)
Menentukan
perlu atau tidaknya pembelajaan remedial
g)
Dijadikan
dasar pertimbangan dalam membuat perencanaan pembelajaran
C. Bagi orang tua, hasil evaluasi dapat dimanfaatkan :
a)
Mengetahui
kemajuan belajar peserta didik
b)
Membimbing
kegiatan belajar peserta didik
c)
Menentuka
tindak lanjut pendidikan yang sesuai dengan peserta didik
d)
Memprakirakan
kemungkinan berhasil tidaknya anak tersebut dalam bidang pekerjaannya
D.
RANGKUMAN
Ø Inovasi
Pembelajaran
Pembelajaran sebagai suatu sistem atau
proses membelajarkan siswa yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi
secara sistematis agar pembelajar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara
aktif, efektif, dan inovatif. Pembelajaran ini harus dipahami dan dilandasi
oleh filosofi dan pergeseran paradigma yang terkandung didalamnya.
Beberapa Inovasi dalam
pembelajaran, yaitu :
1. Inovasi
Pembelajaran Kuantum
2. Inovasi
Pembelajaran Kompetensi
3. Inovasi
Pembelajaran Kontekstual
Ø Model
Pembelajaran
Pembelajaran pada hakikatnya adalah
suatu proses interaksi antara guru dan siswa dan keterkaitannya dengan bahan
pembelajaran (model pembelajaran). Joyce & Weil berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang). Model-model
berdasarkan teori belajar, meliputi interaksi social, model pemrosesan
informasi, model personal, dan model pembelajaran modifikasi tingkah laku
(behavioral). Dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ,
seorang guru harus memilih model desain yang dianggap cocok untuk dikembangkan.
Terdapat beberapa model desain pembelajaran, antara lain:
a. Model
PSSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
b. Model
Glasser
c. Model
Gerlach dan Ely
d. Model
Jerold E. Kemp
Setelah guru memilih model desain
pembelajaran, guru juga bisa menentukan model pembelajaran seperti apa yang
akan digunakan. Model yang bisa digunakan antara lain,
a. Model
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/TCL)
b. Model
Pembelajaran Kooperatif (Model Student Team Achievment Division (STAD)
c. Model
Jigsaw, Investigasi Kelompok (Group Investigation)
d. Model
Make a Match (Membuat Pasangan)
e. Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
f. Model
Pembelajaran Tematik
g. Model
Pembelajaran Berbasis Komputer
h. Model
Pembelajaran PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan)
i.
Model Pembelajaran Web (e-learning)
j.
Model Pembelajaran Mandiri
k. Pendekatan
dan Model Pembelajaran yang Mengaktifkan Siswa
Ø Media
Pembelajaran
Media
pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan
menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan
belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat dapat melakukan proses belajar
secara efisien dan efektif.
Fungsi
utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut
mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan
oleh guru.
Media
pembelajaran yang akan dibahas tersebut akan mengikuti taksonomi Leshin, dkk
(1992)
1.
Media Berbasis
Manusia
2.
Media Berbasis
Cetakan
3.
Media Berbasis
Visual
4.
Media Berbasis
Audio-Visual
5.
Media Berbasis
Komputer
6.
Pemanfaatan
perpustakaan sebagai sumber belajar
Ø Evaluasi
Pembelajaran
Salah
satu komponen penting dalam pembelajaran adalah melaksanakan evaluasi
pembelajaran. Alasannya, pembelajaran sebagai suatu sistem yang tidak hanya
terdiri dari hasil belajar tetapi juga komponen-komponen penting lainnya.
Evaluasi pembelajaran terdiri dari 2 jenis, yaitu evaluasi pembelajaran
berbentuk tes dan non-tes. Evaluasi pembelajaran memiliki manfaat untuk
mengetahui hasil dari keberhasilan siswa selama belajar di sekolah. Serta dapat
membantu guru untuk mengembangkan kemampuan siswa dibidang lainnya seperti
minat dan bakat.
E.
SOAL
A)
Pilihan
Ganda
1. Inovasi
pembelajaran yang menggunakan penekanan menghubungkan materi dengan situasi
nyata adalah …
a.
Inovasi Pembelajaran Kompetensi
b.
Inovasi Pembelajaran Kontekstual
c.
Inovasi Pembelajaran Elektronik Learning
d.
Inovasi Pembelajaran Kuantum
e.
Inovasi Pembelajaran Saintifik
Jawaban : B
2. Mana yang termasuk model pembelajaran kooperatif
a. Model PBM
b. Model CTL
c. Model Struktural
d. Model PBAS
e.
Model Drills
Jawaban : c. model struktural
3. Berikut
adalah karakteristik pembelajaran tematik, kecuali..
a.
Berpusat pada siswa
b.
Memberikan pengalaman langsung
c.
Menggunakan prinsip belajar sambil
bermain dan menyenangkan
d.
Bersifat kaku
e.
Hasil pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan dan minat siswa.
Jawaban
: D
4. Levie
& Lentz ( 1982 ) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media
visual yaitu, kecuali…
a. Fungsi
Atensi
b. Fungsi
Afektif
c. Fungsi
Kreasi
d. Fungsi
Kognitif
e. Fungsi
Kopensatoris
Jawaban
: C
5. Benar
benar mengukur apa yang hendal diukur, merupakan pengertian dari karakteristik
instrumen evaluasi ....
a. Relevan
b. Reliabel
c. Proporsional
d. Objektif
e. Valid
Jawaban : E
6. Berapakaha
jumlah karakteristik pada evaluasi pembelajaran ?
a.
6
b.
7
c.
8
d.
9
e.
10
Jawaban
: C
B)
Esai
1. Jelaskan
apa yang dimaksud dengan inovasi pembelajaran kompetensi …
Jawaban :
Dalam pembelajaran
kompetensi siswa sebagai sumber belajar yang memegang peranan utama, sehingga
dalam setting proses belajar mengajar siswa dituntut kreativitas secara penuh
bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran.
2.
Apa
yang dimaksud dengan model pembelajaran?
Jawaban :
Kegiatan interaksi
antara guru dan siswa dalam kaitannya dengan bahan pengajaran, atau model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang) menurut Joyce and
Weil.
3. Sebutkan
3 karakteristik peserta didik yang mandiri !
Jawaban
:
1)
Sudah mengetahui dengan pasti apa yang
ingin dia capai dalam kegiatan belajarnya.
2)
Sudah dapat memilih sumber belajar
sendiri dan mengetahui ke mana dia dapat menemukan bahan-bahan belajar yang
diinginkan.
3)
Sudah dapat meningkatkan kemampuan yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaannya atau untuk memecahkan permasalahan
yang dijumpainya dalam kehidupannya.
4. Jelaskan
2 media pembelajaran menurut taksonomi Leshin, dkk (1992)!
Jawaban :
1) Media
berbasis manusia
Media ini mengajukan dua teknik yang efektif, yaitu
rancangan yang berpusat pada masalah dan bertanya ala Socrates. Rancangan
pembelajaran yang berpusat pada masalah dibangun berdasarkan masalah yang harus
dipecahkan oleh pelajar.
2) Media
visual
Media ini dapat memperlancar pemahaman (misalnya
melalui elaborasi struktur dan
organisasi) dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa
dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.
5. Sebutkan
prinsip evaluasi !
Jawaban
:
Kontinuitas,
komprehensif, adil dan objektif, kooperatif dan praktis
6. Sebutkan
karakteristik evaluasi pembelajaran !
Jawaban
:
1)
Valid
2)
Reliebel
3)
Relevan
4)
Representatif
5)
Praktis
6)
Deskriminatif
7)
Spesifik
8)
Proporsional
DAFTAR PUSTAKA
A.M,Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Rajawali Press.
Arifin, Zainal. 2014. Evaluasi Pembelajaran.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Munandi,Yudhi.2008. Media
Pembelajaran:Sebuah Pendekatan Baru. Gaung Persada Press.
Rusman. 2016. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sa'ud, Syaefudin Udin.2010. Inovasi Pendidikan.
Bandung : UPI Pres
Komentar
Posting Komentar